Find Us On Social Media :

Penjelasan Pemerintah Minta Masyarakat Bayar Rp 1.000 saat Akes NIK

Ilustrasi e-KTP

Zudan membenarkan, perangkat keras tersebut rerata usianya sudah melebihi 10 tahun.

Selain itu, sudah habis masa garansi.

Spare part perangkat itu pun sudah tidak diproduksi lagi (end off support/end off life).

Menurut Zudan, sudah saatnya server-server ini diremajakan agar pelayanan publik menjadi lebih baik dan menjaga pemilu presiden dan pilkada serentak 2024 agar bisa berjalan baik dari sisi penyedian daftar pemilih.

"Semuanya belum dilakukan peremajaan dan penambahan perangkat karena belum tersedia anggaran. Saat ini sebanyak 273 juta data penduduk terjaga baik, aman, sudah ada back up data di DRC Batam dan storage-nya masih relatif baru dengan kapasitas yang mencukupi," ucap Zudan.

Baca Juga: Tanpa Potongan Administrasi, Ini Cara Pencairan Bansos Rp 300 Ribu Cuma Pakai KTP atau KK

Lebih jauh, Zudan menjelaskan, untuk menjaga keberlangsungan sistem tetap berjalan, Ditjen Dukcapil mendapatkan dukungan hibah perangkat dari sejumlah lembaga pengguna yang telah banyak memanfaatkan database Ditjen Dukcapil berbasis nomor induk kependudukan (NIK).

Para user itu antara lain Bank Mandiri, BRI, BCA, BNI, Pegadaian, Bank Syariah Indonesia, dan lembaga pengguna lainnya.

Dukcapil sangat terbantu oleh hibah CSR dari berbagai lembaga pengguna ini.

Baca Juga: Berlaku Bagi Semua Kalangan Mulai 26 Oktober! PT KAI Wajibkan Penumpang Naik Kereta pakai NIK, Ini yang Harus Dipersiapkan

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mau Akses NIK Harus Bayar Rp 1.000, Ini Penjelasan Pemerintah"