Find Us On Social Media :

Penjelasan Pemerintah Minta Masyarakat Bayar Rp 1.000 saat Akes NIK

Ilustrasi e-KTP

GridFame.id - Belakangan beredar kabar masyarakat diharuskan bayar Rp 1.000 ketika mengakses NIK.

Lalu apa alasan Pemerintah ya?

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tengah merampungkan aturan tentang Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) layanan pemanfaatan data adminduk oleh user yang saat ini sudah memasuki tahap paraf koordinasi antar K/L.

Nantinya lembaga pengguna data NIK ini akan dikenai biaya Rp 1.000 per akses NIK untuk biaya pemeliharaan dan pengembangan sistem Dukcapil Kemendagri (akses NIK bayar).

Sebelumnya dari tahun 2013, layanan untuk akses NIK ini gratis.

Mulai tahun 2022 akan berbayar bagi industri yang bersifat profit oriented.

Kementerian Dalam Negeri mengungkapkan alasan mengenakan biaya Rp 1.000 untuk mengakses data NIK pada data base pemerintah.

Tak lain adalah kebutuhan biaya terutama untuk melakukan perawatan sistem.

Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh mengatakan, perangkat keras yang selama ini digunakan untuk mengakses data NIK sudah berusia lebih dari 10 tahun.

Baca Juga: Waduh! Terlanjur Berlaku Seumur Hidup, Bagaimana Jika Ternyata NIK pada KTP Tak Terdaftar di Dukcapil? Ini Langkah Mudah Mengatasinya

Oleh karenanya perlu diperbaharui dengan sistem ter-update yang tentu membutuhkan dana cukup besar. Hal ini tentunya membutuhkan dana yang tak sedikit.

"Rencananya begitu Rp 1.000 per akses NIK dibayar oleh lembaga yang akses," terang Zuldan dikutip pada Sabtu (16/4/2022).

Pengenaan tarif ini akan dikecualikan untuk pelayanan publik, bantuan sosial, dan penegakan hukum.

Misalnya untuk BPJS Kesehatan, pemda, kementerian, lembaga, sekolah, dan universitas.

Mendagri Tito Karnavian sudah menyetujui dan memaraf draf RPP PNBP, sehingga pengenaan tarif akses NIK bisa segera direalisasikan.

"Dari tahun 2013, layanan untuk akses NIK ini gratis. Mulai tahun 2022 akan berbayar bagi industri yang bersifat profit oriented," ucapnya.

Pengenaan tarif ini diharapkan dapat membantu Direktorat Jenderal Dukcapil untuk memelihara dan mengembangkan sistem database kependudukan dalam jangka panjang.

Sejalan dengan itu, Kemendagri sedang mengajukan alternatif pendanaan melalui Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan World Bank.

Pelayanan administrasi kependudukan (Adminduk) di Ditjen Dukcapil Kemendagri difasilitasi oleh SIAK Terpusat. Pelayanan Adminduk ini menghasilkan output berupa 24 dokumen penduduk dan database kependudukan.

Baca Juga: Beredar Rumor Punya NIK Wajib Bayar Pajak! Berikut Penjelasan Resmi Menkeu Sri Mulyani

Database hasil operasionalisasi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) Terpusat ini dikelola oleh Ditjen Dukcapil dan dimanfaatkan oleh 4.962 lembaga pengguna yang telah menandatangani perjanjian kerja sama dengan Dukcapil.

"Semua ini memerlukan dukungan perangkat keras yang terdiri dari server, storage, dan perangkat pendukung yang memadai," kata dia.

Ancaman data hilang Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Luqman Hakim mengungkapkan, hampir 200 juta data kependudukan di Kemendagri terancam hilang.

Penyebabnya, perangkat keras ratusan server yang dikelola data center Dukcapil sudah berusia terlalu tua.

Zudan membenarkan, perangkat keras tersebut rerata usianya sudah melebihi 10 tahun.

Selain itu, sudah habis masa garansi.

Spare part perangkat itu pun sudah tidak diproduksi lagi (end off support/end off life).

Menurut Zudan, sudah saatnya server-server ini diremajakan agar pelayanan publik menjadi lebih baik dan menjaga pemilu presiden dan pilkada serentak 2024 agar bisa berjalan baik dari sisi penyedian daftar pemilih.

"Semuanya belum dilakukan peremajaan dan penambahan perangkat karena belum tersedia anggaran. Saat ini sebanyak 273 juta data penduduk terjaga baik, aman, sudah ada back up data di DRC Batam dan storage-nya masih relatif baru dengan kapasitas yang mencukupi," ucap Zudan.

Baca Juga: Tanpa Potongan Administrasi, Ini Cara Pencairan Bansos Rp 300 Ribu Cuma Pakai KTP atau KK

Lebih jauh, Zudan menjelaskan, untuk menjaga keberlangsungan sistem tetap berjalan, Ditjen Dukcapil mendapatkan dukungan hibah perangkat dari sejumlah lembaga pengguna yang telah banyak memanfaatkan database Ditjen Dukcapil berbasis nomor induk kependudukan (NIK).

Para user itu antara lain Bank Mandiri, BRI, BCA, BNI, Pegadaian, Bank Syariah Indonesia, dan lembaga pengguna lainnya.

Dukcapil sangat terbantu oleh hibah CSR dari berbagai lembaga pengguna ini.

Baca Juga: Berlaku Bagi Semua Kalangan Mulai 26 Oktober! PT KAI Wajibkan Penumpang Naik Kereta pakai NIK, Ini yang Harus Dipersiapkan

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mau Akses NIK Harus Bayar Rp 1.000, Ini Penjelasan Pemerintah"