Oleh karena itu, Anda juga harus menentukan pembagian harta bersama yang dalam kondisi mencicil tersebut, apakah akan dijual dan dibagi sebesar rumah tersebut, atau diserahkan kepada salah satu pihak dan termasuk menempati rumah tersebut atau bisa dihibahkan kepada pihak ketiga, yaitu anak atau orang tua.
Untuk besaran hak masing-masing jika Anda beragama Islam, diatur berdasarkan Kompilasi Hukum Islam ("KHI") yang telah ditetapkan berlakunya berdasarkan Instruksi Presiden Republik Indonesia No.1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam.
Di dalam KHI khususnya Pasal 97 dinyatakan bahwa "Janda atau duda cerai masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan".
Jika Anda beragama non-Muslim berlaku ketentuan Pasal 128 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyebutkan bahwa "Setelah bubarnya persatuan, maka harta benda dibagi dua antara suami dan istri, atau antara para ahli waris mereka masing-masing, dengan tak memperdulikan soal dari pihak yang manakah barang-barang itu diperolehnya".
Terhadap kewajiban Anda atas pembayaran KPR, maka tanggung jawab pembayaran ke depan menjadi tanggung jawab Anda berdua. Pihak bank tidak akan mencampuri urusan privat Anda dan pembayaran kredit KPR akan berjalan terus sesuai dengan perjanjian KPR hingga jatuh tempo.
Sehingga Anda harus melakukan kesepakatan dengan mantan pasangan terkait harta ini, apakah akan dijual, over kredit, diteruskan dengan pembayaran kewajiban berdua atau dihibahkan ke pihak lain. Untuk penjualan rumah KPR atau menghibahkan harus dengan persetujuan tertulis dari pihak bank sebagai pemegang Hak Tanggungan rumah tersebut. (Abd. Wachid Habibullah, S.H, M.H.)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Alasan Marissya Icha Mantap Laporkan Mantan Suami ke Polisi dan di Kompas.com dengan judul "Aturan Hukum Harta Gono Gini dalam Proses Kredit"