Sejumlah orang menyebut pengalaman misal mimpi terkadang dianggap sebagai firasat dan hal tersebut dianggap dengan sinkronisitas.
Beberapa pihak yang lain menyebutnya resonansi energi atau keterkaitan.
Ada pula mengenalinya dengan pengalaman kematian empatik.
Banyaknya terminologi yang dikenal di masyarakat mengenai firasat kematian disebabkan karena tidak ada ilmu pasti yang paling sesuai untuk menyebutnya.
Ilmuwan pun belum bisa membuktikan secara ilmiah atas maraknya fenomena yang dianggap melibatkan kemampuan menerawang akan terjadinya kematian pada masa depan semacam itu.
Satu-satunya hal pasti tentang mengapa banyak orang memiliki firasat, termasuk tentang kematian, ialah karena manusia dikaruniai dengan otak.
Terkesan cukup sepele, bukan?
Firasat, atau yang juga kerap kali disebut intuisi, tercipta dari kemampuan analisis otak terhadap kondisi lingkungan sekitar. Ia merupakan generalisasi yang diproses berdasarkan pada pengalaman masa lalu, bukan ramalan tentang masa depan yang sempurna.
Meskipun melibatkan proses pengamatan dan analisis, firasat bekerja di dalam alam bawah sadar.
Sumber firasat didapat dari pemahaman terkait realitas dalam bentuk potongan-potongan kecil informasi yang biasanya berupa simbol. Lewat alam bawah sadar, simbol-simbol itu yang akan disatukan, lantas diolah menjadi sebuah gambaran yang utuh.
Sama halnya kemampuan otak dalam hal menganalisis, firasat juga membutuhkan data agar dapat menjadi lebih akurat. Ada pun datanya sendiri dapat diperoleh baik secara tidak sadar maupun sadar.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mengenang Pelawak Basuki, Pemeran Mas Karyo di Sinetron Si Doel Anak Sekolahan..." dan Kompasiana dengan judul "Mengapa Sebagian Orang Bisa Merasakan Firasat Kematian?"
Source | : | kompasiana,kompas |
Penulis | : | Miya Dinata |
Editor | : | Miya Dinata |
Komentar