Find Us On Social Media :

Ini 5 Hal Bikin Puasa Tidak Sah, Apakah Kentut Membatalkan Puasa?

ilustrasi sakit perut

Misalnya, mani keluar akibat onani atau sebab bersentuhan dengan lawan jenis tanpa adanya hubungan seksual.

Berbeda halnya ketika mani keluar karena mimpi basah (ihtilam) maka dalam keadaan demikian puasa tetap dihukumi sah.

Baca Juga: Telan Ludah dan Dahak Diperbolehkan, Pengobatan Pasien Ambeien Ini Justru Bisa Membatalkan Puasa

Kentut Bikin Puasa Jadi Batal?

Dilansir TribunnewsBogor.com dari laman nu.or.id dari tulisan Ustaz M. Ali Zainal Abidin, pengajar di Pondok Pesantren Annuriyah Kaliwining Rambipuji Jember, begini penjelasan lengkapnya:

Ada 2 penjelasan dalam emmandang soal Kentut di dalam air itu apakah membatalkan puasa.

Pertama, apabila seseorang yang sedang berpuasa Kentut di dalam air, lalu terasa olehnya adanya cairan yang masuk ke dalam anus (dubur), maka hal tersebut dapat membatalkan puasanya.

Kedua, ketika tidak ada cairan yang masuk ke dalam anus maka puasanya tetap dihukumi sah. Ketentuan hukum tersebut sama halnya dengan permasalahan lainnya.

Seperti tatkala seseorang yang sedang berpuasa melakukan buang air besar, lalu di pertengahan mengeluarkan kotoran tiba-tiba ia memutusnya dengan berpindah posisi hingga akhirnya terdapat kotoran yang sudah keluar masuk kembali ke dalam anus, maka hal demikian dapat membatalkan puasanya.

Sebab berpindah posisi pada saat buang air besar adalah hal yang tidak perlu untuk dilakukan.

Penjelasan hukum ini secara tegas disampaikan dalam kitab Hasyiyah al-Bujairami ala al-Khatib:

 “Sama halnya dengan memasukkan jari pada dubur (dalam hal membatalkan puasa) yakni kotoran (tahi) yang sudah keluar dari dubur dan tidak terpisah (sambung dengan kotoran lainnya) lalu duburnya ia lipat (dari posisinya semula) dan terdapat sebagian kotoran yang masuk ke dalam bagian duburnya, sekiranya sangat jelas (tahaqquq) masuknya sesuatu dari kotoran tersebut setelah tampaknya kotoran tersebut (di bagian luar). Hal demikian dihukumi batal karena keluarnya kotoran dari perutnya tanpa perlu untuk melipat dubur” (Syekh Sulaiman al-Bujairami, Hasyiyah al-Bujairami ala al-Khatib, juz 6, hal. 443).