GridFame.id - Kabar duka datang dari keluarga Gubernur Jawa Barat, anak Ridwan Kamil dinyatakan meninggal karena tenggelam.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat (Jabar) menyerukan kepada masyarakat muslim menggelar shalat ghoib hari ini, Jumat (3/6/2022).
Hal itu dilakukan menyikapi hilangnya anak Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Emmeril Kahn Mumtadz (Eril) di Sungai Aare, Bern, Swiss.
Untuk diketahui, sudah lebih dari sepekan proses pencarian Eril tidak kunjung membuahkan hasil.
MUI Jabar pun telah menerbitkan surat seruan pelaksanaan shalat ghoib yang dirilis, Kamis (2/6/2022).
Surat itu terbit atas persetujuan pihak keluarga.
Lewat surat itu, MUI Jabar mengucapkan turut berduka atas musibah yang dialami keluarga Ridwan Kamil.
Dalam pertemuan virtual Kamis malam, keluarga Ridwan Kamil telah mengikhlaskan dan meyakini Eril telah wafat.
Para Pengurus MUI Jabar pun telah melaksanakan shalat gaib setelah mendapat persetujuan keluarga.
"Iya, MUI Jabar (sudah shalat gaib) karena ketentuan agama kalau meyakini sudah meninggal dunia dan diduga keras meyakini begitu, bahwa wajib segera dishalatkan," ujar Ketua Umum MUI Jabar, Rahmat Syafei, Kamis (2/6/2022).
"Saya katakan kalau sudah yakin kita melakukan kewajiban adalah menyalatkan (shalat gaib). Meski begitu, pencarian tetap dilakukan tidak masalah, sesuai keyakinan tadi," tambahnya. Pernyataan resmi dari keluarga besar Ridwan Kamil sendiri baru akan disampaikan pada Jumat hari ini, dikutip dari Kompas.com.
Kabar Eril sudah dinyatakan meninggal dunia dipertegas oleh keterangan keluarga Ridwan Kamil.
"Innalillahi wainnailaihi rojiun," kata Willy Aditya, paman dari Emmeril Khan Mumtadz, di Jakarta pada Jumat (3/6/2022) dini hari.
Tata Cara sholat Ghoib
Dilansir dari berbagai sumber, sholat ghoib ini boleh dilakukan sendirian namun diutamakan berjamaah.
Sholat ghaib adalah sholat jenazah yang dilakukan oleh kaum muslimin terhadap seseorang yang telah wafat. Berbeda dengan sholat jenazah, sholat ghaib ini biasanya dilaksanakan ketika jenazah orang yang wafat tidak ada di depan mereka atau berada di tempat yang lain.
Mengutip dari muhammadiyah.or.id, Sholat Ghaib ini dahulu pernah dilaksanakan oleh Rasulullah SAW di Madinah terhadap An Najasyi, seorang raja negeri Habasyah (Ethiopia) yang wafat. Sholat jenazah atau sholat ghaib keduanya dilaksanakan dengan tujuan untuk mendoakan muslim atau muslimah yang telah meninggal dunia, baik laki-laki maupun perempuan, orang dewasa maupun anak-anak, dikutip dari Tribunnews.
Syarat-syarat Melaksanakan Sholat Jenazah
- harus bersih dari hadats dan najis
- menutup aurat
- menghadap kiblat.
Bacaan Niat Sholat Ghoib/Sholat Jenazah:
Sebelum melakukan shalat ghaib kita harus mengikhlaskan niat semata-mata mencari ridla Allah SWT.
> Untuk mayit laki-laki:
Ushalli 'alaa haadzalmayyiti arba'a takbiraatin fardlal kifayaayati (makmuman/imaman) lillaahi ta'aalaa.
Artinya: Aku niat shalat atas mayit laki-laki ini empat takbir fardhu kifayah karena Allah Ta'ala.
> Untuk mayit perempuan:
==
Ushalli 'alaa haadzihilmayyitati arba'a takbiraatin fardlal kifayaayati (makmuman/imaman) lillaahi ta'aalaa.
Artinya: Aku niat shalat atas mayit perempuan ini empat takbir fardhu kifayah karena Allah Ta'ala.
Cara Melaksanakan Shalat Ghoib
Shalat ghaib dilakukan dengan berdiri tanpa ruku’, tanpa sujud dan tanpa duduk.
1. Takbir Pertama
Setelah takbir pertama, tangan bersedekap seperti shalat biasa dan membaca Surat al-Fatihah
2. Takbir Kedua
Setelah takbir kedua membaca shalawat atas Nabi Muhammad SAW
Allahumma shalli 'alaa muhammad wa'ala aali muhammad Kamaa shallaita 'ala ibraahim wa'ala aali ibraahim Wa baarik 'ala muhammad wa'ala aali muhammad Kamaa baarakta ala ibraahim wa'ala aali ibraahim Innaka hamidun majiid
3. Takbir Ketiga
Setelah takbir ketiga, membaca doa untuk mayit
Untuk Mayit Laki-laki: Allaahummaghfir la-hu warham-hu waafi-hi wafu'an-hu
Untuk Mayit Perempuan: Allaahummaghfir la-haa warham-haa waafi-haa wafu'an-haa
Artinya: Ya Allah, ampuniah dia, rahmatilah ia, sejahterakan dia, dan maafkanlah dia.
4. Takbir Keempat
Bacaan doa setelah takbir keempat adalah:
Untuk mayit laki-laki:
Allahumma la tahrim naa ajrahu wa laa taftinnaa ba'dahu waghfirlanaa walahu
Untuk mayit perempuan:
Allahumma la tahrim naa ajrahaa wa laa taftinnaa ba'dahaa waghfirlanaa walahaa
Artinya: Ya Allah, janganlah kiranya pahalanya tidak sampai kepada kami (janganlah Engkau meluputkan kami akan pahalanya), dan janganlah Lngkau memberi kami fitnah sepeninggalnya, dan ampunilah kami dan dia.
5. Mengucap Salam
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Artinya: Keselamatan dan rahmat Allah semoga tetap pada kamu sekalian.
Waktu Sholat Ghaib:
Dalam melakukan Sholat jenazah atau sholat ghaib, tidak ditentukan waktunya secara khusus, melainkan ia dapat dilakukan kapan saja, baik siang maupun malam hari, kecuali 3 waktu yakni saat matahari terbit hingga ia agak meninggi; saat matahari tepat berada di pertengahan langit (tengah hari tepat) hingga ia telah condong ke barat; dan saat matahari hampir terbenam, hingga ia terbenam sama sekali.
Tempat Sholat Ghaib:
Sholat jenazah atau sholat ghaib dapat dilakukan di mana saja, di tempat-tempat yang layak untuk melaksanakan Sholat, termasuk di dalam masjid.
Hukum Pelaksanaan Sholat Ghaib
Penjelasan mengenai hukum shalat Ghaib, terdapat beberapa pendapat yang berbeda dari para ulama:
- Sholat ghoib adalah masyru’ (disyariatkan) dan hukumnya sunnah, menurut pendapat Imam Syafi’i dan Imam Ahmad, pendapat ini didasarkan pada hadits di atas.
- Sholat ghaib berlaku khusus bagi jenazah raja Najasyi, tidak untuk yang lainnya.
Ini merupakan pendapat dari Imam Malik dan Imam Abu Hanifah, didasarkan pada argumentasi bahwa peristiwa sholat Ghaib tidak pernah ada kecuali pada kejadian meninggalnya raja Najasyi.
- Sholat Ghaib disyari’atkan, tetapi hanya diperuntukkan bagi seorang muslim yang meninggal di suatu daerah yang tidak ada orang yang menshalatkannya.
Adapun jika ia telah disholatkan di tempat dia meninggal atau tempat lainnya, maka tidak dilaksanakan sholat Ghoib karena kewajiban untuk mensholatkannya telah gugur dengan sholatnya kaum muslimin atasnya.
Penjelasan tersebut menurut pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan dipilih oleh beberapa ulama’ seperti Al Khattabi, Abu Dawud, Nashiruddin Al Albany dan lain-lain.