GridFame.id - Kabar meninggalnya pemimpin Korea Utara Kim Jong Un kian santer terdengar.
Bahkan desas desus itu sampai jadi trending di media sosial.
Namun, hingga kini kabar kematian sosok pemimpin yang dikenal kejam itu masih belum dikonfirmasi oleh negaranya.
Absennya Kim Jong Un selama lebih dari dua pekan menjadi perhatian publik, dengan kondisi simpang siur mengenai kondisi kesehatannya mengemuka.
Terdapat beberapa laporan tak terkonfirmasi bahwa Kim koma, atau bahkan wafat setelah menjalani operasi kardiovaskular pada awal April.
Baik pemerintah AS dan Korea Selatan menyatakan mereka tidak yakin jika Pemimpin Korea Utara itu berada dalam kondisi sangat serius.
Meski begitu, ketidakhadiran Kim dalam dua acara penting Korut, salah satunya perayaan kelahiran sang kakek Kim Il Sung, jelas menjadi perhatian.
Sue Mi Terry, peneliti senior di Center for Strategic and International Studies mengatakan, Korea Utara bakal menghadapi masalah serius jika Kim Jong Un meninggal.
Sebab seperti diberitakan The Washington Post Senin (27/4/2020), mereka harus melakukan pergantian tak direncanakan selama 72 tahun terakhir.
Asumsi itu berdasarkan pada fakta bahwa dua pendahulu Kim, Kim Il Sung dan Kim Jong Il, sama-sama melakukan persiapan agar keturunan mereka bisa bertakhta.
Kim Jong Il dipersiapkan oleh sang ayah, Kim Il Sung, selama setidaknya 20 tahun sebelum mengambil alih tampuk kepemimpinan pada 1994.
Sementara Kim junior mempunyai waktu selama beberapa tahun untuk menyerap ilmu dari ayahnya Kim Jong Il, sebelum berkuasa di 2011.
Jika Kim mengembuskan napas terakhir, tidak jelas siapa yang bakal menggantikannya. Karena keturunan langsungnya diyakini masih TK.
Terry menerangkan, kandidat terkuat untuk menjadi penguasa negara yang menganut ideologi Juche itu adalah adik Kim, Kim Yo Jong.
Sebenarnya, Kim mempunyai kakak lelaki bernama Kim Jong Chul. Namun Kim Jong Il memutuskan untuk mengabaikannya dari daftar ahli waris.
"Sebab seperti Fredo Corleono, Kim Jong Chul dianggap terlalu lemah," ulas Terry yang juga sebagai analis senior CIA untuk Korea.
Kemudian terdapat paman Kim, Kim Pyong Il, yang menjadi diplomat selama 40 tahun dan baru-baru ini kembali ke Pyongyang.
Tetapi, Terry memprediksi Kim Pyong Il hanya akan menjabat sebagai penasihat Kim Yo Jong daripada sebagai penguasa Korut.
Kim Yo Jong adalah orang yang paling dipercaya sang kakak, dan menjadi ujung tombak pertama dalam berbagai pertemuan Kim dengan pemimpin negara lain.
Masalahnya menurut Terry, apakah negara yang didominasi pria dan menganut paham Konfusius itu akan mengizinkan perempuan menjadi pemimpin tertinggi.
Jika ya, Kim adik bisa jadi bakal mengambil pendekatan berbeda, di antaranya mendapatkan pengakuan internasional agar sanksi mereka diperlunak.
Namun jika Kim adik dianggap gagal, maka bisa jadi untuk pertama kalinya sejak Korut berdiri, tampuk kepemimpinan bakal terjadi di luar Keluarga Kim.
Kandidat dari luar Dinasti Kim adalah Marsekal Madya Choe Ryong Hae, anggota Politbiro sekaligus Wakil Ketua Partai Buruh.
Keluarga Choe dekat dengan Kim Yo Jong, namun sang jenderal juga berambisi merebut kekuasaan daripada mendukung generasi Kim selanjutnya.
Sebab ketika Kim Jong Un berkuasa sembilan tahun silam, dia mengeksekusi dua pejabat tertinggi, seakan memberi jalan bagi Choe.
Selain itu, sebagai orang yang pernah tersisihkan di masa lalu, Choe besar kemungkinan berpendapat bahwa dia harus berkuasa jika ingin bertahan.
Jika Choe Ryong Hae berkuasa, besar peluang dia akan mempertahankan status quo. Meski begitu, kemampuannya di dunia internasional tak sebanding dengan Kim.
Skenario terburuk adalah karena tidak ada pengganti yang dianggap setara, maka para petinggi Korea Utara akan saling berebut kekuasaan.
Skenario tersebut akan membuat negara yang mengklaim sebagai salah satu kekuatan nuklir dunia itu berada dalam kondisi ricuh.
Kim Jong Un dilaporkan perokok berat, mengalami obesitas, dengan keluarganya mempunyai sejarah sakit jantung serta diabetes.
Terry menjelaskan apa pun yang terjadi, kondisi kesehatan sang pemimpin tertinggi adalah risiko terbesar bagi rezim tersebut.
Karena itu, dia meyakini AS harus mulai berkonsultasi dengan China, mitra dagang sekaligus sekutu terbesar Korut, untuk menghadapi kemungkinan gejolak.
Sebab, jika kedua negara kuat itu tak bertindak tepat waktu, peluang rakyat Korut eksodus untuk mengungsi semakin besar.
Selain itu jika gejolak itu sampai terjadi dan berlarut-larut, ada peluang juga senjata nuklir mereka bakal dijual ke berbagai tempat.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Jika Kim Jong Un Meninggal, Korea Utara Bakal Hadapi Masalah Serius"
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Maharani Kusuma Daruwati |
Editor | : | Maharani Kusuma Daruwati |
Komentar