Bagaimanapun juga saya tidak membunuh Mirna jadi seharusnya tidak ada alasan untuk memperlakukan saya seperti sampah.
Saya mengerti kesedihan mereka dan saya pun merasa sangat kehilangan, tapi saya pun dituduh membunuh yang saya tidak tahu bagaimana mengungkapkan perasaan dengan kata-kata.
Sebelum kejadian saya tidak mendapatkan firasat apapun yang menunjukkan kalau hari itu akan merubah hidup banyak orang. Semua hal yang saya lakukan dan tidak saya lakukan dibesar-besarkan, seluruh rakyat Indonesia menghakimi saya.
Semua tuduhan kejam berdasarkan tuduhan yang saya tidak mengerti. Tapi membuat semua orang percaya kalau saya seorang pembunuh. Keluarga saya dipojokkan dan kami dibuat sangat menderita.
Yang Mulia, sulit untuk menjelaskan apa yang benar-benar saya rasakan atas kejadian ini. Saya tidak tahu harus berbuat apa. Apa benar ini gara-gara kopi tapi satu hal yang saya tahu dan yakinkan saya tidak menaruh racun dalam kopi yang diminum Mirna.
Seringkali saya berpikir apa ada hal yang bisa saya lakukan lebih baik di hari itu untuk mengubah semuanya. Pikiran ini membuat saya sangat sedih dan tertekan. Dalam waktu yang cukup lama saya tidak bisa berupaya untuk membela diri. Walaupun kenyataan hidup saya sangat mengerikan tapi saya yakin kalau Tuhan mendengar doa saya karena ini doa orang benar yang tertindas.
Pada hari kematian Mirna mimpi buruk saya dan keluarga saya dimulai. Sejak di rumah duka saya sudah dituduh menaruh sesuatu di kopinya Mirna lalu polisi tanpa seragam dan identitas mulai berdatangan ke rumah. Bahkan keluarga sekitar terganggu.
Source | : | Sripoku |
Penulis | : | Lena Astari |
Editor | : | Lena Astari |
Komentar