GridFame.id - Kertas minyak cokelat yang sering dijumpai di warung makan
Kertas minyak berwarna coklat tersebut memang lumrah digunakan sebagai pembungkus makanan.
Nasi bungkus yang menggunakan kertas coklat ini, juga termasuk sering ditemukan.
Padahal, pakar toksikologi kimia mengatakan kedua pembungkus tersebut mengandung racun terutama jika kita terpapar dalam jangka waktu yang lama.
Bahkan akibatnya akan membuat Anda menyesal seumur hidup.
Astaga, apa bahaya pakai kertas minyak?
Kertas nasi alias kertas pembungkus makanan, percaya atau tidak faktanya berbahaya bagi kesehatan.
Padahal kertas nasi selalu kita temui di banyak warung makan, bahkan rumah makan untuk membungkus makanan.
Tapi tahu kah jika kertas berwarna cokelat tersebut ternyata mengandung zat kimia berbahaya bagi kesehatan manusia.
Kertas nasi mengandung bisphenol A atau BPA, yang memiliki bahaya tersendiri bagi kesehatan tubuh.
Diketahui BPA sendiri sering digunakan sebagai bahan pembuat wadah atau pembungkus makanan bukan hanya dari plastik, tetapi juga kertas.
Baca Juga: Tak Ingin Nyawa Seisi Rumah Melayang, Ibu Ini Kapok Beri Suami Menu Olahan Daging Bersamaan dengan Teh Manis, Setetes Saja Bisa Bahaya!
Terkait bahaya penggunaan kertas nasi ini juga sempat dipaparkan oleh LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) di website resminya.
Dimana Peneliti Pusat Penelitian Biomaterial Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Lisman Suryanagara mengingatkan masyarakat supaya berhati-hati dengan kertas nasi dan kertas daur ulang yang dipakai untuk membungkus makanan.
Sebab menurut penelitiannya kertas nasi untuk membungkus makanan seperti untuk nasi goreng, nasi bungkus, atau martabak yang berwarna cokelat itu memiliki dampak buruk bagi kesehatan.
Salah satu yang menjadi sorotan adalah mengurangi kesuburan pria alias mandul.
Menurut Lisman, pemanfaatan bahan yang digunakan sebagai kemasan makan yang umum digunakan dari masa ke masa antara lain keramik, kaca, plastik, aluminium foil, hingga yang berbahan dasar kertas.
Berbicara tentang kemasan makanan berbahan dasar kertas yang paling lazim digunakan di Indonesia, ternyata masih banyak yang belum layak untuk dijadikan sebagai kemasan makanan primer.
“Masih banyak ditemukan penggunaan kertas koran, kertas bekas cetakan, atau kertas daur ulang sebagai kemasan nasi kotak, nasi bungkus, gorengan, dan kotak martabak,” ungkap Lisman.
Hasil riset yang dilakukan LIPI menunjukan jumlah bakteri yang terkandung dalam kertas nasi yang terbuat dari kertas daur ulang sekitar 1,5 juta koloni per gram.
Sedangkan rata-rata kertas nasi yang umum digunakan beratnya 70-100 gram, itu artinya ada sebanyak 105 juta-150 juta bakteri yang terdapat di kertas tersebut.
“Kandungan mikroorganisme di kertas daur ulang memiliki nilai tertinggi dibandingkan jenis kertas lainnya, ini melebihi batas yang ditentukan,” ujar Lisman lagi.
Baca Juga: Ibu-Ibu Harus Tahu Akibatnya Ngeri Banget! Jangan Ulangi Lagi Makan Sayur Bayam dan Tempe Bersamaan Agar 5 Penyakit Ini Tak Datang
Lebih lanjut, Lisman mengatakan bahwa zat-zat kimia tersebut berdampak negatif terhadap tubuh manusia dan dapat memicu berbagai penyakit seperti kanker, kerusakan hati dan kelenjar getah bening, mengganggu sistem endokrin, gangguan reproduksi, meningkatkan risiko asma, dan mutasi gen.
Hal ini senada dengan pernyataan dari ilmuwan riset di New York State Department of Health, Kurunthachalam Kannan, Ph.D., yang mengatakan bahwa BPA juga terkandung pada kertas pembungkus makanan dengan tingkat konsentrasi yang sangat tinggi.
Dimana bubuk BPA digunakan untuk melapisi kertas supaya lebih tahan terhadap panas.
Selain pada kertas pembungkus makanan, BPA juga sering terdapat pada tisu toilet, kertas koran, kertas struk belanja, maupun tiket.
Melihat penjelasan tersebut, demi meminimalisir risiko yang ada sebaiknya mulai sekarang kita mulai hindari penggunaan kertas nasi ini terlebih untuk makanan yang panas.
Artikel Ini Telah Tayang Sebelumnya di GridHealth.id dengan Judul "Bahaya Penggunaan Kertas Nasi, Picu Kanker Sampai Bikin Pria Mandul"
Source | : | GridHealth.ID |
Penulis | : | Nindy Nurry Pangesti |
Editor | : | Nindy Nurry Pangesti |
Komentar