GridFame.id - Artis Zaskia Adya Mecca membawa kabar buruk.
Istri Hanung Bramantyo ini mengunggah kabar buruk tersebut di akun stories instagram miliknya.
Ia menuliskan 'Inalillahi Wainailaihi Rojiun'.
Tak hanya itu, Zaskia Adya Mecca juga menuliskan emoticon hati yang terbelah.
Gambar tersebut bak mengisyaratkan hati Zaskia Adya Mecca begitu hancur.
Bahkan ia mengaku sampai tak bisa berkata-kata, bak mimpi buruk terlihat nyata.
Zaskia Adya Mecca juga menuliskan beberapa emoticon yang menggambarkan kepiluan hatinya.
Kabar buruk tersebut membuat hati netizen teriris.
Inalillahi, ada apa ya?
Hati Zaskia Adya Mecca Hancur
Istri Hanung ini hatinya hancur ketika mendengar kabar terkait Bupati Langkat yang diduga lakukan praktik perbudakan di rumahnya.
"Innalillahi wainailahi rajiun. Sampai enggak bisa berkata-kata lagi lihat berita ni hari.
Nyata, dekat, enggak cuma di film arau berita di negeri nun jauh di sana," tulis Zaskia Adya mecca dilengkapi unggahan tangkapan layar terkait kabar Bupati Langkat tersebut, dikutip tim GridFame.id, Rabu (26/1/2022).
Terjaring OTT KPK, Terungkap Kejahatan Lain Bupati Langkat
Bupati nonaktif Langkat yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK, Terbit Rencana Perangin-Angin, diduga melakukan kejahatan lain berupa perbudakan terhadap puluhan manusia.
Dugaan itu diungkap oleh Perhimpunan Indonesia untuk Buruh Migran Berdaulat, Migrant Care, yang menerima laporan adanya kerangkeng manusia serupa penjara (dengan besi dan gembok) di dalam rumah bupati tersebut.
"Kerangkeng penjara itu digunakan untuk menampung pekerja mereka setelah mereka bekerja. Dijadikan kerangkeng untuk para pekerja sawit di ladangnya," ujar Ketua Migrant Care Anis Hidayah kepada wartawan, Senin (24/1/2022).
"Ada dua sel di dalam rumah Bupati yang digunakan untuk memenjarakan sebanyak 40 orang pekerja setelah mereka bekerja," tambahnya.
Ada Kerangkeng Manusia di Rumah
Anis menyebutkan, jumlah pekerja itu kemungkinan besar lebih banyak daripada yang saat ini telah dilaporkan.
Mereka disebut bekerja sedikitnya 10 jam setiap harinya. Setelah dimasukkan ke kerangkeng selepas kerja, mereka tidak memiliki akses untuk ke mana-mana dan hanya diberi makan dua kali sehari secara tidak layak.
"Mereka tentu tidak punya akses komunikasi dengan pihak luar. Mereka mengalami penyiksaan, dipukul, lebam, dan luka," ujar Anis.
"Selama bekerja mereka tidak pernah menerima gaji," ungkapnya. Migrant Care menilai bahwa situasi di atas jelas bertentangan dengan hak asasi manusia, prinsip-prinsip pekerjaan layak yang berbasis HAM, dan prinsip antipenyiksaan.
Terlebih lagi, Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia melalui Undamg-Undang Nomor 5 Tahun 1998.
"Bahkan situasi di atas mengarah pada dugaan kuat terjadinya praktik perbudakan modern dan perdagangan manusia yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang," tutup Anis.
OTT KPK dilakukan pada Selasa (18/1/2022) malam. Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjelaskan, saat itu Tim KPK mengikuti Muara Perangin-Angin yang melakukan penarikan sejumlah uang di salah satu bank daerah.
Pihak pemenang proyek pekerjaan infrastruktur di Dinas PUPR dan Dinas Pendidikan Langkat tersebut menemui Marcos Surya Abdi, Shuhanda Citra, dan Isfi Syahfitra yang merupakan pihak perantara di sebuah kedai kopi.
Usai melakukan penangkapan ketika uang suap diberikan, tim KPK lalu menuju rumah pribadi Terbit Rencana Perangin-Angin untuk mengamankan Bupati Langkat itu dan Iskandar PA, pihak swasta yang juga adalah saudara kandungnya.
Kakak adik itu diduga sedang menunggu di rumah Terbit saat transaksi haram tersebut terjadi.
Namun, Terbit dan Iskandar ternyata sudah menerima info bahwa sedang diincar KPK dan diduga melakukan penghindaran.
Alhasil, tim KPK tak menemukan keduanya di rumah tersebut. Pada Rabu (19/1/2022) sore, Bupati Terbit menyerahkan diri, dikutip dari Kompas.com.
Source | : | Instagram,kompas |
Penulis | : | Miya Dinata |
Editor | : | Miya Dinata |
Komentar