Jikalau telah digariskan takdirnya, siapa pun, kapan pun, dan di mana pun, maut akan tetap mendatangi. Selama musibah itu belum terjadi, maka setiap ajal masih akan menjadi rahasia ilahi.
Namun, terkadang, muncul firasat dari keluarga, sahabat, serta orang terdekat terkait kematian seseorang. Fenomena tersebut acap kali dihubungkan sebagai pertanda akan terjadinya musibah pada masa yang akan datang.
Sejumlah orang menyebut pengalaman misal mimpi terkadang dianggap sebagai firasat dan hal tersebut dianggap dengan sinkronisitas. Beberapa pihak yang lain menyebutnya resonansi energi atau keterkaitan.
Ada pula mengenalinya dengan pengalaman kematian empatik.
Banyaknya terminologi yang dikenal di masyarakat mengenai firasat kematian disebabkan karena tidak ada ilmu pasti yang paling sesuai untuk menyebutnya.
Ilmuwan pun belum bisa membuktikan secara ilmiah atas maraknya fenomena yang dianggap melibatkan kemampuan menerawang akan terjadinya kematian pada masa depan semacam itu.
Satu-satunya hal pasti tentang mengapa banyak orang memiliki firasat, termasuk tentang kematian, ialah karena manusia dikaruniai dengan otak.
Terkesan cukup sepele, bukan?
Firasat, atau yang juga kerap kali disebut intuisi, tercipta dari kemampuan analisis otak terhadap kondisi lingkungan sekitar. Ia merupakan generalisasi yang diproses berdasarkan pada pengalaman masa lalu, bukan ramalan tentang masa depan yang sempurna.
Meskipun melibatkan proses pengamatan dan analisis, firasat bekerja di dalam alam bawah sadar.
Sumber firasat didapat dari pemahaman terkait realitas dalam bentuk potongan-potongan kecil informasi yang biasanya berupa simbol. Lewat alam bawah sadar, simbol-simbol itu yang akan disatukan, lantas diolah menjadi sebuah gambaran yang utuh.
Sama halnya kemampuan otak dalam hal menganalisis, firasat juga membutuhkan data agar dapat menjadi lebih akurat. Ada pun datanya sendiri dapat diperoleh baik secara tidak sadar maupun sadar, dikutip dari Kompasiana.
Source | : | tribunnews,kompasiana,kompas,Bangkapos |
Penulis | : | Miya Dinata |
Editor | : | Miya Dinata |
Komentar