GridFame.id - Jantung artis ini masih berdetak padahal sudah dinyatakan meninggal dunia, kenapa?
Artis ternama meninggal dunia pada Jumat (12/8/2022) di usia 53 tahun.
Lantas sebenarnya bagaimana perubahan tubuh setelah meninggal dunia?
Kematian merupakan kejadian alami yang akan terjadi pada setiap makhluk hidup di dunia ini.
Pada manusia, saat jantung mulai berhenti berdetak, otak juga akan melakukan hal yang sama.
Lama kelamaan suhu tubuh juga akan semakin menurun, sel-sel kekurangan oksigen sehingga akan memecah dengan sendirinya.
Sebelum tubuh mayat menjadi kaku, terjadi perubahan warna tubuh yang diawali dengan pencernaan membran sel oleh enzim dan kemudian akan bocor ketika sel memecah, seperti yang dilansir dari laman BBC.
Perubahan Tubuh
Semua ini biasanya dimulai di hati, yang kaya akan enzim, dan di otak, yang memiliki kandungan air yang tinggi.
Namun, akhirnya, semua jaringan dan organ lain mulai rusak dengan cara ini.
Sel darah yang rusak mulai tumpah dari pembuluh yang pecah dan, dibantu oleh gravitasi, menetap di kapiler dan pembuluh darah kecil, mengubah warna kulit.
Suhu tubuh juga mulai turun, sampai menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan tubuh menjadi kaku.
Agar lebih mudah, simak penjelasan garis waktu dari proses pembusukan fisik setelah kematian berdasarkan laman verywellhealth.com.
1 jam kemudian
Pada saat kematian, semua otot dalam tubuh menjadi lemas, keadaan yang disebut flacciditas primer .
Kelopak mata kehilangan ketegangan, pupil membesar, rahang kemungkinan terbuka, dan sendi serta anggota tubuh fleksibel.
Dengan hilangnya ketegangan pada otot, kulit akan mengendur, yang dapat menyebabkan sendi dan tulang menonjol di tubuh, seperti rahang atau pinggul, menjadi jelas.
Jantung manusia berdetak lebih dari 2,5 miliar kali selama rata-rata umur manusia dan darah beredar sekitar 5,6 liter (6 liter) melalui sistem peredaran darah.
Dalam beberapa menit setelah jantung berhenti, sebuah proses yang disebut 'pallor mortis' menyebabkan warna tubuh menjadi pucat saat darah mengalir dari pembuluh darah yang lebih kecil di kulit.
Pada saat yang sama, tubuh mulai mendingin dari suhu normal 37 ° Celsius hingga menyesuaikan suhu sekitarnya.
Dikenal sebagai 'algor mortis' atau "chill death", penurunan suhu tubuh mengikuti perkembangan secara bertahap, dua derajat celcius pada jam pertama, satu derajat setiap jam sesudahnya.
2 hingga 6 jam kemudian
Karena jantung tidak lagi memompa darah, gravitasi mulai menariknya ke area tubuh yang paling dekat dengan tanah (penyatuan), suatu proses yang disebut 'livor mortis'.
Jika tubuh tetap tidak terganggu cukup lama (dalam beberapa jam), bagian-bagian tubuh terdekat dengan tanah dapat berubah menjadi warna ungu-kemerahan (menyerupai memar) dari akumulasi darah.
Para pemulas jenazah terkadang menyebut ini sebagai 'postmortem stain'. Dimulai kira-kira pada jam ketiga setelah kematian, perubahan kimia dalam sel-sel tubuh menyebabkan semua otot mulai kaku, dikenal sebagai 'rigor mortis'.
Saat rigor mortis, otot pertama yang terkena adalah kelopak mata, rahang, dan leher. Selama beberapa jam berikutnya, rigor mortis akan menyebar ke wajah dan turun melalui dada, perut, lengan, dan kaki hingga akhirnya mencapai jari tangan dan kaki.
7 hingga 12 jam kemudian
Kekakuan otot maksimum di seluruh tubuh terjadi setelah sekitar 12 jam karena rigor mortis, meskipun ini akan dipengaruhi oleh usia almarhum, kondisi fisik, jenis kelamin, suhu udara, dan faktor lainnya.
Pada titik ini, anggota tubuh mayat sulit untuk dipindahkan atau dimanipulasi. Lutut dan siku akan sedikit tertekuk, dan jari tangan atau kaki bisa tampak bengkok seperti tak biasanya.
12 jam selanjutnya
Setelah mencapai keadaan rigor mortis maksimum, otot-otot akan mulai mengendur karena perubahan kimia yang berkelanjutan dalam sel dan pembusukan jaringan internal.
Proses yang dikenal sebagai 'flacciditas sekunder' ini terjadi selama satu hingga tiga hari dan dipengaruhi oleh kondisi eksternal seperti suhu.
Jika lingkungan dalam keadaan dingin, proses ini akan sedikit lebih lambat dari biasanya.
Selama 'flacciditas sekunder', kulit akan mulai menyusut, menciptakan ilusi bahwa rambut dan kuku tumbuh.
Rigor mortis kemudian akan menghilang ke arah yang berlawanan — dari jari tangan dan kaki ke wajah — selama 48 jam.
Setelah 'flacciditas sekunder' selesai, semua otot tubuh akan kembali lemas, dikutip dari GridHealth.
Kabar Duka Anne Heche Meninggal
Kabar duka tentang Anne Heche kali pertama diungkap seorang perwakilan atas nama keluarga dan teman-teman dekat sang aktris.
Perwakilan keluarga mengatakan, walaupun sang artis dinyatakan telah meninggal dunia menurut hukum California, jantungnya sebenarnya masih berdetak dan belum dicabut alat bantu hidupnya.
Hal itu untuk memberikan waktu yang cukup bagi Yayasan OneLegacy untuk menemukan penerima donor organ yang cocok.
"Hari ini kami kehilangan cahaya terang, jiwa yang baik dan paling ceria, ibu yang penuh kasih, dan teman yang setia," kata perwakilan Anne Heche dilansir People, Sabtu (13/8/2022). Sosok Anne bakal dirindukan melalui karya, cinta dan pengabdiannya sebagai aktris.
"Anne akan sangat dirindukan, tetapi dia hidup melalui putra-putranya, karya ikoniknya, dan pembelaannya yang penuh semangat.
Keberaniannya untuk selalu berdiri dalam kebenarannya, menyebarkan pesan cinta dan penerimaannya, akan terus memiliki dampak yang bertahan lama," ucap perwakilan Anne Heche.
Sebagai informasi, Anne Heche terlibat dalam kecelakaan mobil tunggal pada 5 Agustus 2022. Ia menabrak sebuah rumah di lingkungan Mar Vista di Los Angeles, AS. Selama enam hari setelah kejadian, Anne Heche sama sekali tidak sadarkan diri.
Tabrakan itu menghancurkan sebuah rumah dan membuat Heche dalam kondisi kritis dan diintubasi.
Usai kecelakaan, Anne Heche dinyatakan menderita cedera otak yang parah dan dalam kondisi koma. Sumber terdekat Anne Heche menyebut sang aktris menghadapi prognosis setelah menderita cedera otak yang parah.
Setelah bertahan selama sepekan, Anne mengembuskan napas terakhir pada 12 Agustus 2022, dikutip dari Kompas.com.
Source | : | kompas,Gridhealth |
Penulis | : | Miya Dinata |
Editor | : | Miya Dinata |
Komentar