GridFame.id - Fenomena gagal bayar atau galbay pinjaman online atau pinjol sempat ramai di 2021, hal ini dikarenakan para peminjam kewalahan membayar bunga yang terus menjerat.
Jangan abaikan bila tagihan sudah jatuh tempo, risiko galbay pinjol bakal bikin sengsara.
Melunasi hutang menjadi kewajiban seseorang yang mengajukan pinjaman, tidak ada cara lain selain melunasinya.
Lantas sebenarnya apakah bunga dan denda pinjaman online bisa dipangkas?
Sebelumnya, ketahui dulu risiko gagal bayar pinjol.
Apa saja?
Risiko Galbay Pinjol
Mudahnya pengajuan peminjaman uang pada pinjol harus disertai dengan pemahaman tentang risiko kredit macet.
Dan risikonya yakni bunga yang tinggi, terus menerus didatangi penagih utang yang disertai ancaman, hingga bocornya data-data pribadi di dunia maya.
Hutang pada pinjol ilegal tidak memberikan dasar pembenar bagi pihak tertentu untuk tidak membayar utang.
Namun, secara hukum, uang yang diterima peminjam harus dikembalikan.
Lima saran OJK ketika terlanjur meminjam ke pinjol illegal seperti dalam unggahan di akun Instagram resmi @ojkindonesia, dikutip Kompas.com:
1. Segera lunasi pinjaman tersebut.
2. Laporkan segera ke Satgas Waspada Investasi dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).
3. Jika tidak sanggup membayar, ajukan keringanan seperti pengurangan bunga dan perpanjangan waktu.
4. Jangan mencari pinjaman baru untuk membayar utang lama. Tetap fokus kepada satu pinjol ilegal.
5. Jika mendapat penagihan tidak beretika seperti teror, intimidasi, hingga pelecehan, segera blokir semua nomor kontak yang mengirim teror.
Ulasan Hukum Terkait Bunga dan Denda Pinjol yang Tinggi
Di Indonesia sendiri terdapat beberapa putusan pengadilan yang menggunakan dalil penyalahgunaan keadaan untuk memasuki isi perjanjian, guna meneliti dan menilai apakah perjanjian telah memenuhi rasa keadilan yang hidup di masyarakat.
Termasuk sehubungan dengan topik besaran bunga dan bunga pinjaman utang piutang yang dinilai terlalu tinggi dan tidak wajar.
Baca Juga: Pengalaman Galbay MauCash, Aman Tak Ada Debt Collector Datang ke Rumah?
Ada beberapa putusan hakim yang menyesuaikan besaran tersebut untuk kemudian disesuaikan dengan nilai kewajaran.
Hal tersebut salah satunya dapat dilihat pada Putusan Mahkamah Agung No. 1076 K/Pdt/1996 tanggal 09 Maret 1996. Berdasarkan hasil pemeriksaan di persidangan, terbukti bahwa debitur (tergugat) berhutang kepada kreditur (penggugat) sebesar Rp 350 juta.
Kemudian, dalam perjanjian pun telah disepakati bahwa debitur wajib membayar bunga sebesar 2,5 persen setiap bulan atau 30 persen setahun.
Mahkamah Agung menegaskan bahwa karena bunga telah disepakati dan diperjanjikan, maka hal tersebut mengikat kedua pihak, sehingga bunga tersebut dibenarkan menurut hukum dan debitur wajib membayar bunga yang diperjanjikan.
Namun Mahkamah Agung berpendapat, meski telah diperjanjikan besarnya bunga 2,5 persen per bulan, akan tetapi besarnya bunga perlu disesuaikan dengan bunga yang berlaku di bank pemerintah, yaitu sebesar 18 persen setahun terhitung sejak gugatan didaftarkan sampai tergugat membayar lunas hutangnya atau saat putusan dilaksanakan.
Pendapat yang serupa dapat pula dilihat pada Putusan Mahkamah Agung No. 311 PK/Pdt/2017 tanggal 16 Agustus 2017. Perkara tersebut adalah sengketa antara koperasi simpan pinjam dan debiturnya.
Dari serangkaian proses persidangan, ditemukan fakta hukum bahwa dalam perjanjian pinjam meminjam uang disepakati besaran bunga 3,5 persen per bulan atau 42 persen setahun dan denda sebesar 5 persen per bulan dari jumlah angsuran.
Fakta persidangan membuktikan debitur melakukan tindakan ingkar janji. Namun mengenai besaran bunga, Mahkamah Agung menilai hal tersebut harus disesuaikan dengan tingkat kewajaran, yakni sebesar 12 persen setahun terhitung sejak gugatan.
Sementara tuntutan denda sebesar 3,5 persen per bulan tidak dikabulkan oleh hakim. Selain pada putusan di atas, tindakan Mahkamah Agung yang menyesuaikan besaran denda pun dapat dilihat pada Putusan No. 494 K/Pdt/1995 tanggal 12 Desember 1995.
Sehubungan dengan besaran bunga dan denda pinjaman yang tidak wajar, hakim diberikan wewenang untuk menyesuaian besarannya sesuai rasa keadilan dan nilai kewajaran.
Tidak terkecuali dalam perjanjian pinjol. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka terdapat ruang gerak bagi hakim untuk memasuki perjanjian antara penyelenggara atau pemberi pinjol dengan konsumen, termasuk menilai dan meneliti apakah besaran bunga dan denda pinjol telah memenuhi rasa keadilan dan nilai kewajara.
Tidak menutup kemungkinan pula bahwa dari pemeriksaan yang dilakukan, hakim akan menyesuaikan besaran bunga dan denda yang nilai tidak wajar dan/atau tidak memenuhi rasa keadilan yang ditetapkan pemberi pinjol dan disepakati dalam perjanjian.
Untuk itu, sudah sepatutnya apabila setiap pihak yang berkepentingan dan/atau terlibat dalam transaksi pinjol mempertimbangkan rasa keadilan dan nilai kewajaran dalam menetapkan besaran bunga.
Hal ini karena ketidakwajaran dan ketidakadilan yang tertuang atau tersirat di dalam perjanjian akan menjadi akses masuk bagi hakim untuk menilai hal tersebut dan menyesuaikan dengan nilai hukum yang berlaku, dikutip dari Kompas.com.
Baca Juga: Daftar Aplikasi Paylater yang Kemungkinan Punya Debt Collector Lapangan, Galbay Langsung Didatangi!
Hakim menemukan fakta bahwa di perjanjian telah disepakati besarnya denda keterlambatan membayar adalah 10 persen setiap bulan dari sisa hutang pokok.
Namun meskipun hal itu diperjanjikan, menurut Mahkamah Agung, denda sebesar itu dipandang tidak layak karena bertentangan dengan kepatutan dan rasa keadilan masyarakat.
Mahkamah Agung berpendapat adalah patut dan adil apabila denda keterlambatan membayar tersebut disesuaikan dan ditetapkan sebesar 3 persen setiap bulan terhitung sejak tanggal gugatan diajukan sampai dengan sisa hutang pokok dibayar lunas.
Berdasarkan pada uraian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dalam praktik peradilan, hakim dapat memasuki dan meneliti isi perjanjian untuk menentukan apakah perjanjian tersebut telah memenuhi rasa keadilan dan/atau nilai yang ada di masyarakat.
Besaran bunga dan denda utang pinjaman online (pinjol) sampai saat ini masih menjadi polemik. Di satu sisi, banyak pihak yang mengeluhkan tingginya bunga dan denda pinjol sehingga merugikan konsumen.
Di sisi lain, pihak pinjol memiliki argumentasi tingginya bunga dan denda, yakni aspek kemudahan memperoleh pinjaman dan besarnya risiko usaha. Pinjol diberikan tanpa syarat administrasi yang rumit, tanpa jaminan utang, pencairan dana relatif cepat, dan risiko gagal bayar yang tinggi.
Pada dasarnya, penentuan besaran bunga dan denda pinjol diserahkan pada kesepakatan antara penyelenggara pinjol dan konsumen.
Hal ini di antaranya tersirat pada POJK No. 77 /POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Beleid tersebut menyatakan bahwa perjanjian pinjol harus memuat besaran suku bunga yang disepakati para pihak.
Baca Juga: Begini Cara Aman Untuk Menghindari Galbay Pinjol
Penulis | : | Miya Dinata |
Editor | : | Miya Dinata |
Komentar