GridFame.id - Menjalankan ibadah puasa saat bulan Ramadhan adalah sebuah kewajiban bagi umat Muslim yang sudah baligh.
Namun, ada beberapa kelompok yang mendapatkan keringanan untuk tidak berpuasa. Salah satunya bagi wanita.
Menurut pendakwah ternama asal Cirebon, Buya Yahya, wanita diperbolehkan tidak puasa di bulan Ramadhan jika mengalami empat hal berikut ini, apa saja?
Puasa adalah ibadah yang wajib dilakukan oleh umat Islam selama bulan Ramadhan.
Semua orang yang berada dalam keadaan fisik dan mental wajib menjalaninya.
Namun, ada beberapa ketentuan yang memperbolehkan seorang muslim melewatkan puasa, terutama seorang wanita jika mengalami empat hal berikut ini.
Meskipun mendapatkan keringanan untuk tidak berpuasa, orang-orang ini harus menggantinya di hari lain saat sudah tidak memiliki halangan atau membayar fidiah.
Membayar fidiah dilakukan dengan mengganti satu hari puasa dengan memberi makan satu orang miskin.
Dikutip Serambinews.com dari laman resmi buyayahya.org, Senin (27/3/2023), Buya Yahya mengungkap sembilan golongan orang yang boleh tidak puasa Ramadhan. Diantara kesembilan golongan tersebut, empat diantaranya adalah larangan atau keringanan anjuran tidak puasa bagi wanita.
Jika wanita mengalami hal berikut ini selama Ramadhan, maka ia diperbolehkan tidak puasa.
1. Hamil
Baca Juga: Tak Perlu Panik dan Batal Puasa! Ini 4 Cara Ampuh Mengobati Diare Secara Alami
Orang hamil diperbolehkan tidak ber puasa.
Adapun kategori orang hamil tersebut seperti orang hamil yang khawatir akan kondisi dirinya atau janin (bayinya).
2. Menyusui
Wanita yang tengah menyusui diperbolehkan tidak ber puasa apabila ia khawatir akan kondisi dirinya atau kondisi bayi yang masih di bawah umur dua tahun Hijriyah.
Bayi di sini tidak harus bayinya sendiri, tetapi bisa juga bayi orang lain.
3. Haid
Wanita yang sedang haid tidak wajib berpuasa, bahkan jika ber puasa, puasanya pun tidak sah bahkan dianggap haram hukumnya.
4. Nifas
Terakhir adalah wanita yang sedang nifas tidak wajib ber puasa.
Jika ber puasa puasanya pun tidak sah bahkan dianggap haram hukumnya.
Sementara itu sambung Buya Yahya, adapun golongan lainnya yang diperbolehkan tidak berpuasa yakni :
Baca Juga: Simak Jawaban Apakah Orang Dewasa Boleh Puasa Setengah Hari Saja, Jangan Sampai Salah Kira!
5. Anak kecil
Maksudnya, diantara orang yang boleh tidak puasa adalah anak yang belum baligh. Tanda baligh ada tiga, yaitu:
Pertama yang keluar mani (bagi anak laki-laki dan perempuan) pada usia 9 tahun Hijriah.
Kedua, keluar darah haid pada usia 9 tahun Hijriah (bagi anak perempuan).
Ketiga, jika tidak keluar mani dan tidak haid maka ditunggu hingga umur 15 tahun.
Jika sudah genap 15 tahun maka ia disebut dengan telah baligh dengan usia, yaitu genap usia 15 tahun Hijriyah.
6. Gila
Orang gila tidak wajib puasa. Seandainya puasa maka puasanya pun tidak sah.
Dalam hal ini, ulama membagi orang gila menjadi dua macam, yaitu:
Pertama, orang gila dengan disengaja.
Orang gila yang disengaja jika puasa maka puasanya tidak sah dan wajib mengqadha.
Sebab sebenarnya ia wajib puasa, kemudian ia telah dengan sengaja membuat dirinya gila. Kesengajaan inilah yang membuatnya wajib mengqadha puasanya setelah sehat akalnya.
Kedua, orang gila yang tidak disengaja. Orang gila yang tidak disengaja tidak wajib ber puasa.
Seandainya berpuasa maka puasanya tidak sah dan jika sudah sembuh dia tidak berkewajiban mengqadha, karena gilanya bukan disengaja.
7. Sakit
Orang sakit boleh meninggalkan puasa.
Adapun ketentuan bagi orang sakit yang boleh meninggalkan puasa adalah:
Sakit parah yang memberatkan untuk puasa yang berakibat semakin parahnya penyakit atau lambatnya kesembuhan.
Adapun yang bisa menentukan sakit seperti ini adalah dokter Muslim yang terpercaya dan berdasarakan pengalamannya sendiri.
Dalam hal ini, tidak terbatas kepada orang sakit saja.
Akan tetapi, siapa pun yang sedang puasa lalu menemukan dirinya lemah dan tidak mampu untuk puasa dengan kondisi yang membahayakan terhadap dirinya maka saat itu pun dia boleh membatalkan puasanya.
Akan tetapi, ia hanya boleh makan dan minum seperlunya, kemudian wajib menahan diri dari makan dan minum seperti layaknya orang puasa.
Berbeda dengan orang sakit, ia boleh berbuka dan boleh makan sepuasnya untuk memulihkan kesehatannya.
8. Orang Tua
Orang tua (lanjut usia) yang berat untuk melakukan puasa diperkenankan untuk meninggalkan puasa.
Dalam hal ini, tidak ada batasan umur.
Akan tetapi, asalkan betul-betul puasa memberatkan baginya hingga sampai membahayakan maka ia boleh berbuka puasa.
9. Bepergian (Musafir)
Semua orang yang bepergian boleh meninggalkan puasa dengan ketentuan sebagai berikut ini:
Tempat yang dituju dari tempat tinggalnya tidak kurang dari 84 km.
Di pagi (saat Shubuh) hari yang ia ingin tidak ber puasa, ia harus sudah berada di perjalanan dan keluar dari wilayah tempat tinggalnya (minimal batas kecamatan).
Misalnya kata Buya Yahya :
Seseorang tinggal di Cirebon ingin pergi ke Semarang. Jarak antara Cirebon – Semarang adalah 200 km (tidak kurang dari 84 km).
Baca Juga: Ramai di Media Sosial Minum Oralit Saat Sahur Bisa Mengatasi Haus Saat Berpuasa, Bagaimana Faktanya?
Ia meninggalkan Cirebon pukul 2 malam (Sabtu dini hari). Shubuh hari itu adalah pukul 4 pagi. Pada pukul 4 pagi (saat Shubuh) ia sudah keluar dari Cirebon dan masuk Brebes.
Maka, di pagi hari Sabtunya ia sudah boleh meninggalkan puasa.
Berbeda jika berangkatnya ke Semarang setelah masuk waktu Shubuh, Sabtu pagi setelah masuk waktu Shubuh masih di Cirebon.
Maka, di pagi hari itu ia tidak boleh meninggalkan puasa karena sudah masuk Shubuh ia masih ada di rumah.
Akan tetapi ia boleh meninggalkan puasa di hari Ahadnya, karena di Shubuh hari Ahad ia berada di luar wilayahnya.
Ada beberapa catatan khusus bagi yang melakukan berpergian saat puasa.
Seseorang dalam bepergian akan dihukumi mukim (bukan musafir lagi) jika ia niat tinggal di suatu tempat lebih dari 4 hari.
Misalnya, orang yang pergi ke Semarang yang tersebut dalam contoh, saat ia sampai di Tegal ia sudah boleh berbuka dan setelah sampai di Semarang juga tetap boleh berbuka, asalkan ia tidak bermaksud tinggal di Semarang lebih dari 4 hari.
Jika ia berniat tinggal di Semarang lebih dari 4 hari maka semenjak ia sampai di Semarang, ia sudah disebut mukim dan tidak boleh meninggalkan puasa dan juga tidak boleh mengqashar shalat.
Untuk dihukumi mukim tidak harus menunggu 4 hari seperti kesalahpahaman yang terjadi pada sebagian orang.
Akan tetapi, kapan ia sampai tempat tujuan yang ia niat akan tinggal lebih dari 4 hari, ia sudah disebut mukim.
Baca Juga: Pantas Baru Jam 10 Sudah Lemas, Ternyata 5 Jenis Makanan Sahur Ini Bikin Cepat Lapar saat Puasa
Yang dihitung empat hari di sini adalah empat hari utuh, tidak dihitung hari masuk dan hari keluar, misal hari rabu siang dia sudah sampai di Semarang maka boleh dihitung hari pertama adalah malam Kamis, hari kedua adalah malam Jumat, hari ketiga adalah malam Sabtu, hari keempat adalah malam Ahad, dan dia keluar hari Senin maka hari Rabu saat ia datang dan hari Senin saat dia keluar tidak dihitung.
Begitu juga jika ada orang datang hari Sabtu siang, kemudian keluar hari Sabtu siang pekan berikutnya maka dua hari Sabtu tersebut tidak dianggap, sebab itu adalah hari keluar dan hari masuk yang tidak dihitung.
Artikel ini telah tayang di SerambiNews.com dengan judul Wanita Dibolehkan tidak Puasa Jika Alami 4 Hal Ini saat Ramadhan, Begini Penjelasan Buya Yahya
Baca Juga: Menonton YouTube Mukbang Saat Puasa, Apakah Puasanya Batal atau Makruh? Ini Penjelasannya
Penulis | : | Lena Astari |
Editor | : | Lena Astari |
Komentar