GridFame.id - Ini beberapa risiko yang harus dipahami sebelum cut loss pinjol.
Cut loss adalah salah satu metode untuk melunasi utang pinjol.
Caranya yakni dengan menunda bayar utang sampai terkumpul sejumlah utang pokok.
Setelah terkumpul, debitur bisa mengajukan keringanan penghapusan denda dan bunga.
Metode ini digunakan banyak debitur yang utangnya sudah menumpuk.
Kebanyakan dari mereka berhasil pakai metode ini.
Namun, tentu saja tiap tindakan selalu ada risikonya.
Sebelum cut loss, pahami dulu apa saja risikonya.
Kalau asal ikut kata orang, bisa-bisa malah rugi.
Lalu, apa saja risiko lunasi utang pakai metode cut loss?
Simak sampai tuntas!
Baca Juga: Pusing Banget Utang Pinjol Melilit? Bank Indonesia Ternyata Bisa Bantu Melunasi dengan Cara Begini
Merangkum dari video TikTok Roy Shakti, ada 3 risiko melunasi utang pinjol pakai metode cut loss.
Saat menunda bayar untuk mengumpulkan uang sejumlah utang pokok, tentunya Anda bakal berurusan dengan DC setiap hari.
Soalnya, dalam beberapa bulan Anda tidak membayar tagihan bulanan.
Tak cuma teror lewat pesan atau telepon saja, Anda juga bisa didatangi DC lapangan.
Apalagi kalau nominal utang Anda cukup besar dan berdomisili di kota besar.
Pinjol biasanya akan memilih mana debitur yang bisa diberi keringanan.
Sehingga, tidak aja jaminan apakah pengajuan keringanan Anda nantinya bakal diterima.
Meski Anda sudah menyiapkan uang sejumlah utang pokok.
Baca Juga: Punya Utang di Pinjol Legal dan Ilegal, Mana yang Sebaiknya Dilunasi Lebih Dulu?
Kalau tidak beruntung, pengajuan keringanan Anda bakal ditolak mentah-mentah dan Anda akan tetap punya tanggungan utang.
Risiko yang ketiga dan yang sudah pasti bakal terjadi adalah SLIK OJK buruk.
Semakin lama Anda menunda bayar, maka SLIK OJK Anda akan makin buruk.
Bahkan bisa sampai kolek 5 kalau menunda bayar lebih dari 180 hari atau 6 bulan.
Perlu diketahui kalau riwayat SLIK OJK baru akan hilang setelah 2 tahun.
Untuk itu, pertimbangkan matang-matang sebelum melakulannya.
Semoga informasinya bermanfaat!
Penulis | : | Hani Arifah |
Editor | : | Nindy Nurry Pangesti |
Komentar