GridFame.id - Biasanya, kembalian dengan barang seperti permen dilakukan karena tidak ada uang rupiah receh.
Hal ini pun ramai dibahas di media sosial karena ternyata banyak yang memiliki pengalaman seperti itu.
Bisa dibilang hal itu cukup mengesalkan karena meski kembalian hanya Rp500 atau Rp1000, tapi berharga untuk belanja berikutnya.
Tapi kalau penjual itu diberikan permen sebagai alat bayar, mereka akan menolak dan marah.
Jadi sebenarnya apakah bolehkah menggunakan selain uang rupiah sebagai kembalian?
Direktur Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Junanto Herdiawan menjelaskan, rupiah adalah alat transaksi pembayaran yang sah di Indonesia.
Oleh karena itu, dia mengimbau agar masyarakat menggunakan uang rupiah saat bertransaksi.
"Untuk keperluan uang kecil, para penjual bisa menukarkan ke bank ataupun ke BI melalui aplikasi PINTAR," kata Junanto saat dihubungi Kompas.com, Rabu (16/11/2022).
Dengan demikian, lanjut dia, para pelaku usaha dapat memberikan uang kembalian dalam bentuk rupiah dan bukan benda.
Selain itu, Junanto menuturkan, BI juga mengimbau masyarakat untuk menggunakan transaksi pembayaran non-tunai.
Menurut dia, pembayaran non-tunai membuat transaksi lebih cepat, mudah, murah, dan aman.
Baca Juga: Pengusaha Tak Banyak yang Tahu, Ini 6 Pentingnya Membeli Asuransi Usaha Untuk UMKM
Di sisi lain, Ketua Komisi Advokasi Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Dr Rolas Budiman Sitinjak menyampaikan, konsumen berhak menolak permen sebagai ganti uang kembalian.
"Konsumen berhak menolak permen tersebut," ujar dia kepada Kompas.com, Senin (12/7/2021).
Dia menegaskan, seharusnya pelaku usaha wajib memberikan kembalian hanya dalam bentuk uang.
Selain menolak, konsumen juga berhak melaporkan tindakan tersebut, dengan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Pasal tersebut mengatur soal:
"Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa dilarang melakukan dengan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan baik fisik maupun psikis terhadap konsumen."
Adapun sanksi bagi pelaku usaha yang melanggar ketentuan Pasal 15, diatur dalam Pasal 62 ayat (1), yaitu penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak Rp 2 miliar.
Rolas menambahkan, merujuk pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang BI sebagaimana diubah dengan Perpu Nomor 2 Tahun 2008, pada Pasal 2 ayat (3), diatur bahwa:
"Setiap perbuatan yang menggunakan uang atau mempunyai tujuan pembayaran atau kewajiban yang harus dipenuhi dengan uang jika dilakukan di wilayah negara Republik Indonesia wajib menggunakan uang rupiah, kecuali apabila ditetapkan lain dengan Peraturan Bank Indonesia."
Sanksi untuk pelanggaran di atas, diatur dalam Pasal 65 Undang-Undang BI, yaitu ancaman pidana kurungan sekurang-kurangnya satu bulan dan paling lama tiga bulan.
Serta, denda sekurang-kurangnya Rp 2 juta dan paling banyak Rp 6 juta.
Baca Juga: Bisakah Buka Rekening di Bank Jika SLIK OJK Jelek Gegara Galbay Pinjol?
Penulis | : | Lena Astari |
Editor | : | Lena Astari |
Komentar