GridFame.id - Pemerintah berencana menerapkan status darurat sipil dalam menghadapi wabah Covid-19.
Hal itu disampaikan Presiden Joko Widodo terkait kebijakan pembatasan sosial untuk mencegah penyebaran virus corona.
Menurut Jokowi, hal itu perlu dilakukan dengan skala lebih besar.
Oleh karena itu ia meminta pembatasan sosial yang dikenal dengan sebutan physical distancing ini disertai dengan kebijakan darurat sipil.
"Saya minta kebijakan pembatasan sosial berskala besar, physical distancing, dilakukan lebih tegas, lebih disiplin dan lebih efektif lagi," kata Jokowi saat memimpin rapat terbatas dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, lewat video conference dari Istana Bogor, Senin (30/3/2020).
"Sehingga tadi sudah saya sampaikan, bahwa perlu didampingi adanya kebijakan darurat sipil," tuturnya.
Jokowi pun meminta jajarannya segera menyiapkan payung hukum untuk menjalankan pembatasan sosial skala besar ini sebagai pegangan bagi pemerintah daerah.
"Dalam menjalankan kebijakan pembatasan sosial berskala besar saya minta agar segera disiapkan aturan pelaksanaan yang jelas sebagai panduan provinsi, kabupaten dan kota sehingga mereka bisa bekerja," ucap Jokowi.
Meski nantinya darurat sipil diberlakukan, Jokowi meminta apotek dan toko kebutuhan pokok tetap buka.
"Saya juga minta dan pastikan bahwa apotek dan toko-toko penyuplai kebutuhan pokok bisa tetap buka untuk melayani kebutuhan warga dengan tetap menerapkan protokol jaga jarak yang ketat," kata Jokowi.
Jokowi mengatakan, pemerintah juga tengah menyiapkan perlindungan sosial dan stimulus ekonomi bagi para pelaku UMKM dan pekerja informal yang terdampak kebijakan pembatasan sosial akibat pandemi Covid-19.
Baca Juga: Pasien Positif Corona Dijemput, Diteriaki Begini Oleh Warga Saat Dievakuasi ke Ambulans
"Kemudian bagi UMKM, pelaku usaha, dan pekerja informal. Tadi kita sudah kita bicarakan pemerintah segera menyiapkan program perlindungan sosial dan stimulus ekonomi. Ini yang segera kita umumkan kepada masyarakat," ujar Jokowi.
Jokowi menyadari banyak pendatang di DKI Jakarta yang mempercepat mudik ke kampung halaman karena mereka kehilangan penghasilan sehari-hari.
Para pendatang yang kebanyakan pedagang makanan yang mendapat penghasilan harian kehilangan pendapatannya akibat pemberlakukan aturan kerja dari rumah oleh perusahaan dan instansi pemerintahan.
"Banyak pekerja informal di Jabodetabek terpaksa pulang kampung karena penghasilannya menurun sangat drastis atau bahkan hilang. Tidak ada pendapatan sama sekali akibat diterapkannya kebijakan tanggap darurat yaitu kerja di rumah," ucap mantan Gubernur DKI Jakarta itu.
Di sisi lain, Jokowi mengatakan, mudik dapat menjadi medium penyebaran virus corona ke daerah-daerah.
Sebab, saat ini Jabodetabek, khususnya Jakarta, telah menjadi daerah dengan jumlah pasien Covid-19 terbanyak di Indonesia.
Karena itu, ia meminta seluruh jajarannya segera mempersiapkan dan mengaktifkan jaring pengaman sosial berupa pemberian insentif harian kepada masyarakat yang diminta untuk tidak mudik.
Baca Juga: Harap Sabar! Seorang Pakar Jamin Corona Berakhir 10 Juni 2020, Begini Penjelasannya
"Karena itu saya minta percepatan program social safety net (jaring pengaman sosial) yang memberikan perlindungan sosial di sektor informal, para pekerja harian maupun program insentif ekonomi bagi usaha mikro usaha kecil betul-betul dilaksanakan di lapangan," ujar Jokowi.
"Sehingga para pekerja informal, buruh harian, pedangang asongan, semuanya bisa memenuhi kebutuhan dasarnya sehari-hari," lanjut dia.
Konsekuensi darurat sipil
Pemerintah akan menggunakan tiga undang-undang (UU) sebagai landasan hukum dalam melakukan pembatasan sosial skala besar yang disertai kebijakan darurat sipil.
Hal ini dilakukan sesuai instruksi Presiden Jokowi sebagai upaya lanjutan dalam pencegahan penyebaran virus corona Covid-19.
"Kesimpulan yang tadi diambil oleh bapak presiden yaitu formatnya adalah pembatasan sosial skala besar yang mengacu pada tiga dasar (hukum)," kata Doni usai rapat terbatas dengan Presiden, Senin (30/3/2020).
Doni mengatakan, ketiga UU yang digunakan pemerintah yakni UU Nomor 24/2007 tentang Bencana, UU Nomor 6/2018 tentang Kesehatan, dan Perppu Nomor 23/1959 tentang Penetapan Keadaan Bahaya yang terbit di era Presiden RI Soekarno.
Pasal 1 aturan tersebut menyebutkan, Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang dapat menyatakan seluruh atau sebagian dari wilayah Negara Republik Indonesia dalam keadaan bahaya dengan tingkatan keadaan darurat sipil atau keadaan darurat militer atau keadaan perang.
Baca Juga: Kini Diminta Terawang Soal Penerapan Lockdown, Mbah Mijan Malah Bikin Netizen Sewot! Ada Apa Nih?
Hal itu dapat dilakukan jika keamanan atau ketertiban hukum di seluruh wilayah atau di sebagian wilayah Negara Republik Indonesia terancam oleh pemberontakan, kerusuhan-kerusuhan atau akibat bencana alam, sehingga dikhawatirkan tidak dapat diatasi oleh alat-alat perlengkapan.
Doni menyebut, pihaknya akan mengundang pakar hukum untuk merumuskan lebih jauh aturan turunan soal pembatasan sosial skala besar dan darurat sipil ini.
"Aturan ini sedang dibahas, tentu pakar-pakar di bidang hukum akan berada pada garis terdepan untuk bisa menghasilkan sebuah konsep yang mana kita bisa mengurangi risiko (penularan) yang besar, dan kita bisa meningkatkan kesadaran masyarakat," kata Doni.
Saat ditanya konsekuensi dari darurat sipil ini, Doni menyebut, penegakan hukum bisa dilakukan kepada masyarakat yang tak mengikuti aturan soal pembatasan sosial.
"Penegakan hukum bukanlah yang terbaik, tetapi apabila harus dilakukan, tentu memenuhi beberapa faktor," kata dia.
Kendati demikian, Doni berharap masyarakat bisa disiplin mengikuti imbauan pemerintah soal pembatasan sosial ini.
Misalnya, tak meninggalkan rumah jika tak mendesak.
Lalu menerapkan pembatasan jarak fisik di tempat umum, serta tak membuat acara yang mengundang keramaian.
Baca Juga: Nyatanya Diam di Rumah Pun Masih Bisa Tertular Corona, Waspada dengan 3 Hal Ini!
"Sekali lagi dalam menghadapi hal ini bagaimana kesadaran kolektif, yang diperlukan sekarang adalah disiplin dan disiplin. Tanpa disiplin pribadi mungkin kita akan kewalahan. Sekali lagi peningkatan disiplin ini penting. Mungkin bisa diimbangi penegakkan hukum bagi mereka yang tidak disiplin," kata dia.
Darurat sipil langkah terakhir Sementara itu Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman menegaskan, penerapan darurat sipil untuk mencegah penyebaran virus corona Covid-19 masih dalam tahap pertimbangan dan belum diputuskan.
Penerapan darurat sipil adalah langkah terakhir yang baru akan digunakan jika penyebaran virus corona semakin masif.
"Penerapan Darurat Sipil adalah langkah terakhir yang bisa jadi tidak pernah digunakan dalam kasus Covid-19," kata Fadjroel dalam keterangan tertulis, Senin (30/3/2020).
Fadjroel mengatakan, saat ini pemerintah masih terus mengupayakan kebijakan pembatasan sosial berskala besar dan physical distancing (menjaga jarak aman).
Menurut dia, Presiden Jokowi telah menginstruksikan kebijakan ini dilakukan lebih tegas, lebih disiplin, dan lebih efektif agar memutus mata rantai persebaran virus corona.
"Dalam menjalankan Pembatasan Sosial Berskala Besar, pemerintah akan mengedepankan pendekatan persuasif melalui kolaborasi Kementerian Kesehatan, Gugus Tugas Covid-19, Kementerian Perhubungan, Polri/TNI, Pemda dan K/L terkait," kata dia.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Saat Jokowi Rencanakan Darurat Sipil Hadapi Pandemi Covid-19