Find Us On Social Media :

Ibu-ibu Mulai Pening! Pengamat Prediksi Tarif Listrik Terancam Naik Gegara Larangan ini Dicabut

ILUSTRASI: Batu bara

 

GridFame.id- Pemerintah awalnya melarang perusahaan batu bara untuk ekspor hasil produksinya lantaran, PLN membutuhkan asupan energi dari batu bara tersebut untuk menghidupi listrik agar tak byar pet.

Dirjen Minerba Kementerian ESDM Ridwan Jamaludin mengungkapkan jika batu bara sebagai energi utama PLTU ini tidak terpenuhi maka 10 juta pelanggan PLN akan terdampak.

Telah terpenuhinya PLTU atas kebutuhan pasokan batu bara, dengan demikian, pemerintah mengambil kebijakan untuk membuka secara bertahap ekspor batu bara yang tadinya dilarang, mulai 12 Januari 2022.

Nantinya sebanyak 14 tongkang siap mengekspor usai pemerintah memberi izin kembali aktivitas tersebut. Namun, pelonggaran ekspor batu bara ini akan terus dievaluasi oleh pemerintah

Aturan larangan ekspor batu bara yang dicabut pemerintah mendapat sejumlah tanggapan dari beberapa pihak, salah satunya pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi.

 Baca Juga: Telah Resmi Jadi Vaksin Boster, Ini Efek Samping Vaksin dari Masing-masing Merek

Fahmy memprediksi tarif listrik di Indonesia bisa mengalami kenaikan yang bisa membebani masyarakat jika larangan ekspor batu bara tidak diberlakukan.

Hal ini didasarkan atas keterangan menjelang pelarangan eksporr batu bara, Presiden Joko Widodo menyebutkan pasal 33 UUD 1945 bahwa batu bara merupakan kekayaan alam yang harus dikuasai negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Ia menyayangkan batu bara yang seharusnya memakmurkan masyarakat justru akan membebani masyarakat.

“Kalau arangan ekspor batu bara tidak diberlakukan yang menyebabkan PLN menaikkan tarif listrik, akan semakin memberatkan beban rakyat,” ujarnya mengutip Tribun.

“Sungguh amat ironis batu bara yang seharusnya memakmurkan rakyat justru memberatkan,”jelasnya

Adapun hingga Desember 2021, dari 5,1 juta ton kebutuhan PLN, pengusaha hanya memasok sebesar 350 ribu metrik ton atau sekitar 0,06 persen dari total kebutuhan.