"Itu karena dari yang kami lihat, hasil penghimpunan dana publik tidak digunakan untuk bisnis yang memiliki revenue, sehingga ini menjadi sesuatu yang mati, benda tidak bergerak, harta dan segala macam," ujar Kepala PPATK Ivan Yustiavandana.
Bahkan, tak menutup kemungkinan adanya skenario terburuk yang bisa terjadi pada kasus binary option dan robot trading yang marak terjadi.
PPATK sampai saat ini telah membekukan 345 rekening dari 78 pihak. Dalam rekening tersebut mengandung uang senilai Rp 588 miliat.
Pihaknya juga mnerima laporan transaksi mencurigakan dari penyedia jasa dalam bentuk transaksi seperti pembelian aset, tarik tunai, penerimaan dan pegiriman uang dari dan ke luar negeri.
Uang senilai Rp 588 miliar tersebut nantinya bakal dikembalikan kepada kobran namun jumlah itu memang tak sebanding dengan laporan transaksi mencurigakan pelaku penipuan yaitu Rp 35,7 triliun.
"Kami tidak bisa janjikan apapun juga terhadap masyarakat. Tapi dari 345 rekening yang kami bekukan, ada di dalam secara keseluruhan Rp 600 miliar kurang sedikit isinya. Mudah-mudahan sih angka itu bisa terus PPATK dapatkan di rekening-rekening lain," katanya.
Untuk saat ini, PPATK tengah mendalami dugaan lokasi otak tindak pidana investasi ilegal yang marak di Indonesia ini.
"Tapi, sekali lagi, kami mencoba untuk menelusuri transaksi sampai ke ultimate beneficiary owner-nya. Yang kami lihat saat ini perkembangannya terus meningkat. Jadi per hari itu PPATK bisa kemarin itu laporan meningkat sekitar Rp 20 triliun. Dari sebelumnya Rp 7 triliun tiba-tiba menjadi Rp 35 triliun temuan PPATK," ujarnya.
Sementara dikutip dari Kompas.com, Pakar hukum pidana bidang tindak pidana pencucian uang (TPPU) Yenti Garnasih mengatakan, uang para korban kasus penipuan trading binary option seperti di aplikasi Binomo dan Qoutex bisa dikembalikan.
Yenti mengatakan, uang tersebut bisa kembali ke para korban melalui pengusutan tindak pidana pencucian uang (TPPU).