Jumat (14/4/1995), Agnes, adik Ida langsung terbang ke LA.
"Waktu saya sampai di sana, Ida sudah koma. Macam-macam selang menempel di tubuhnya. Dokter bilang, Ida kena stroke dan mengalami perdarahan di otaknya. Saya sudah pasrah. Dalam hati saya berdoa, kalau Tuhan memang mau memanggil Ida, ya, biarlah saya terima," kisah Agnes dari LA.
Bersama teman-teman Ida, Agnes kemudian mengadakan kebaktian bersama di rumah sakit untuk mendoakan Ida.
Tak disangka, setelah itu Ida terjaga. Begitu melihat Agnes dan beberapa temannya di situ, ia menitikkan air mata.
"Kami gembira sekali dan menganggapnya sebagai mukjizat. Melihat reaksi itu, dokter mengatakan, ada harapan bagi Ida untuk sembuh. Apalagi, saat diperiksa, tekanan darah Ida kembali normal. Namun dokter juga bilang, kalaupun sembuh, kemungkinan Ida mengalami lumpuh separuh badan."
Sayang, kegembiraan Agnes dan teman-teman Ida tak berlangsung lama.
Karena sejurus kemudian, Ida menghembuskan napas terakhir.
"Rupanya Tuhan berkehendak lain," kata Agnes.
Kabar duka itu segera disampaikan ke Jakarta.
Mayora, kakak Ida, yang menerimanya.
"Saya benar-benar terpukul mendengarnya. Rencananya, kan, Ida segera pulang. Malah, dia sudah menyiapkan banyak oleh-oleh buat saudara dan para keponakannya," kata Mayora.