Tradisi menguburkan ari-ari atau plasenta bayi sudah dilakukan sejak lama.
Apalagi bagi masyarakat yang tinggal di Pulau Jawa, mengubur ari-ari bayi atau plasenta masih dilakukan sampai sekarang.
Menurut keyakinan orang Jawa, kelahiran manusia di dunia haruslah mendapatkan perlakuan yang pantas.
Tidak hanya kepada setiap bayi yang lahir, melainkan ari-ari atau plasenta dari si jabang bayi juga.
Beberapa orang beranggapan, ari-ari merupakan ‘saudara’ dari setiap manusia yang lahir.
Sehingga ketika menguburkan ari-ari dengan baik, itu sama saja dengan memperlakukan ‘saudara kembar’ si jabang bayi dengan baik.
Biasanya ari-ari bayi dikuburkan di depan atau di samping rumah dan diberi lampu, pagar, dan sebagainya.
Menurut tradisi Jawa, sebelum dikubur plasenta bayi dibersihkan sebelum dimasukkan ke dalam periuk yang terbuat dari tanah liat dan ditutup.
Periuk berisi ari-ari itu lalu dibungkus dengan kain kafan dan dikubur ke dalam lubang sepanjang satu lengan orang dewasa.
Baca Juga: Mitos Angka 13 Dipercaya Jadi Pembawa Sial, Begini Penjelasannya Menurut Islam
Orang yang berhak menguburkan adalah ayah kandung, kakek si bayi, atau siapa saja laki-laki dalam keluarga. Di atas kuburan, ari-ari kemudian diberi pagar dari bambu atau dengan tumpukan genteng atau keranjang dan diberi lampu selama 35 hari.
Arti Mitos Mengubur Ari-Ari Bayi Menurut Islam
Buya Yahya pernah menjelaskan mengenai bagaimana cara memperlakukan ari-ari bayi ini sesuai syariat Islam.