Ia terus mengembangkan kariernya dalam parlemen dan aktif berkontribusi dalam Persatuan Wanita Republik Indonesia untuk menyuarakan hak-hak perempuan agar sama dengan kaum laki-laki, terutama di bidang pendidikan dan politik.
Dikutip dari Buku Ensiklopedi Pahlawan Nasional oleh Julinar Said dan Triana Wulandari (1995) yang dibagikan kemdikbud.go.id, Rasuna mula-mula memasuki organisasi Sarekat Rakyat dan menjabat sebagai sekretaris cabang.
Kemudian Rasuna bergabung dengan Persatuan Muslimin Indonesia (PERMI) yang merupakan partai berhaluan Islam dan nasional, yang kemudian menjadi pimpinan pengurus besar.
Dalam bidang jurnalistik, Rasuna Said tercatat sebagai pimpinan majalah "Menara Puteri".
Pada masa pendudukan Jepang, Rasuna Said ikut mendirikan organisasi "Pemuda Nippon Raya" di Padang, tetapi dibubarkan oleh pemerintah Jepang.
Setelah Indonesia Merdeka, Rasuna Said menjadi anggota Dewan Perwakilan Sumatera mewakili Sumatera Barat.
Kemudian menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) disamping sebagai anggota Badan Pekerja KNIP.
Pada waktu Pengakuan Kedaulatan Rasuna menjadi anggota DPR Republik Indonesia Serikat.
Kemudian menjadi anggota DPR Surnatera dan terakhir tahun 1959 diangkat menjadi anggota DPA.
Dikutip dari Kompas.com, Rasuna tercatat sebagai wanita pertama yang terkena hukum Speek Delict.