GridFame.id - Sering dikejar-kejar debt collector?
Mungkin Anda perlu mengetahui hal ini supaya memiliki bekal saat dihampiri debt collector.
Penagihan dengan debt collector sendiri sebenarnya diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan juga Bank Indonesia (BI).
Jadi sebenarnya debt collector tidak bisa datang dengan sembarangan, apalagi sampai mengancam dan menyita barang.
Mengenai debt collector yang mengancam akan melakukan penyitaan, Anda sebaiknya tidak gentar dengan ancaman seperti itu.
Hal ini mengingat debt collector yang mendapat kuasa dari kreditur untuk menagih utang tidak boleh menyita paksa barang-barang milik debitur.
Sebab, pada prinsipnya, penyitaan barang-barang milik debitur yang wanprestasi hanya bisa dilakukan atas dasar putusan pengadilan.
Tapi, bagaimana jika debt collector tersebut tetap menyita atau mengambil paksa barang-barang milik debitur dan keluarga secara melawan hukum?
Pada dasarnya, perbuatan debt collector yang menyita atau mengambil secara paksa barang-barang milik debitur secara melawan hukum dapat dijerat dengan Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”):
Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.
Atau jika dilakukan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, maka yang bersangkutan bisa dijerat Pasal 365 ayat (1) KUHP:
Baca Juga: Daftar Pinjol Tanpa Ada DC Lapangan, Amankah Galbay?
Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap orang dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang dicuri.
Terhadap dugaan tindak pidana tersebut, Anda dapat melaporkannya ke Kepolisian.
Etika Penagihan oleh Debt Collector
Jika utang berasal dari kartu kredit, maka debt collector harus mematuhi etika penagihan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/10/DASP tanggal 13 April 2009 Perihal Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu dan perubahannya, sebagai berikut:
- Dalam melakukan penagihan, debt collector menggunakan kartu identitas resmi yang dikeluarkan penerbit kartu kredit, yang dilengkapi dengan foto diri yang bersangkutan;
- Penagihan dilarang dengan menggunakan cara ancaman, kekerasan dan/atau tindakan yang bersifat mempermalukan pemegang kartu kredit;
- Penagihan tidak dilakukan dengan menggunakan tekanan secara fisik maupun verbal;
- Penagihan dilarang dilakukan kepada pihak selain pemegang kartu kredit;
- Jika penagihan dilakukan menggunakan sarana komunikasi, dilarang dilakukan secara terus menerus yang bersifat mengganggu;
- Penagihan hanya dapat dilakukan di tempat alamat penagihan atau domisili pemegang kartu kredit;
- Penagihan hanya dapat dilakukan pada pukul 08.00 sampai dengan pukul 20.00 wilayah waktu alamat pemegang kartu Kredit; dan
- Penagihan di luar tempat dan/atau waktu tersebut di atas, hanya dapat dilakukan atas dasar persetujuan dan/atau perjanjian dengan pemegang kartu kredit terlebih dahulu.
- Patut diperhatikan penagihan kartu kredit menggunakan jasa debt collector hanya dapat dilakukan jika kualitas tagihan kartu kredit telah termasuk dalam kualitas macet (kredit macet) berdasarkan kriteria kolektibilitas sesuai ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kualitas kredit.
Tak hanya itu, kerjasama antara penerbit kartu kredit dan debt collector wajib dilakukan sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai prinsip kehati-hatian bagi bank umum yang melakukan penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada pihak lain dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sementara itu untuk debt collector pinjol, Juru Bicara OJK Sekar Putih Djarot menyatakan bahwa pihaknya tidak akan menolerir penagih utang atau debt collector yang terbukti melanggar hukum dalam melakukan eksekusi agunan.
"OJK akan memberi sanksi keras kepada perusahaan pembiayaan yang melanggar," tegas Sekar.
Merujuk pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 35 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan, eksekusi agunan oleh debt collector di luar pedoman, tidak benar, dan melanggar hukum, menjadi tanggung jawab perusahaan pembiayaan.
Hal ini tertuang pada Pasal 48 ayat (4) yang berbunyi bahwa perusahaan pembiayaan wajib bertanggung jawab penuh atas segala dampak yang ditimbulkan dari kerja sama dengan pihak lain untuk melakukan fungsi penagihan kepada debitur.
Sekar menambahkan, debt collector harus memiliki sertifikasi serta menjalankan ketentuan sesuai tata cara penagihan yang benar kepada nasabah.
Dalam melakukan penagihan penarikan kendaraan, debt collector wajib membawa Surat Kuasa Eksekusi, Sertifikat Fidusia, Surat Pemberitahuan Penarikan, dan Sertifikat dalam Menagih Utang.
"OJK selalu mengingatkan perusahaan pembiayaan untuk mentaati ketentuan ini baik secara langsung ataupun melalui asosiasi perusahaan pembiayaan, dan meminta perusahaan pembiayaan untuk menertibkan anggotanya dalam menjalankan ketentuan penagihan sesuai ketentuan," paparnya.
Namun di sisi lain, Sekar juga meminta konsumen untuk memiliki itikad baik dalam menyelesaikan kewajibannya.
"Secara berimbang, konsumen juga harus memiliki iktikad baik dalam menyelesaikan kewajibannya kepada lembaga jasa keuangan," pungkas Sekar.
Baca Juga: Sampai Kapan DC Shopee Paylater Menagih?