Tapi yang selama ini terjadi adalah masyarakat cenderung meminjam untuk kebutuhan konsumtif jelang Lebaran.
Misalkan saja untuk pulang kampung, dan berbelanja hal-hal yang tidak dibutuhkan.
Hal ini tentunya berbeda, jika pinjaman online dilakukan untuk keperluan usaha, misalnya menambah modal.
“Pinjaman online legal itu sebenarnya baik, yang pada dasarnya untuk memfasilitasi kebutuhan mendesak dalam hal produktif. Misalnya, ibu-ibu yang akan mengembangkan usaha warungnya. Dia tahu sehari itu penghasilannya berapa, dan langsung dikembalikan, kalau untuk Lebaran itu pasti konsumtif,” ucap Kiki.
“Misalnya mau ketemu keluarga di kampung, beli gadget baru, itu bahaya. Ketika sudah selesai silaturahmi (Lebaran), ada kewajiban utang dan bunga yang harus dibayarkan. Belum lagi, jika memilih pinjaman online ilegal,” tambahnya.
Kiki mengungkapkan, dalam beberapa riset, ditemukan bahwa pada dasarnya pengguna pinjol merupakan orang yang sudah berutang sebelumnya.
Dia bilang, mereka cederung menggunakan pinjol untuk gali lubang tutup lubang.
“Mereka biasanya itu gali lubang tutup lubang, Mereka merasa kalau pinjam ke saudara atau teman kan dikenal. Tapi kalau pinjam ke pinjaman online mereka tidak dikenal. Itu salah, karena pihak pinjol ilegal akan melakukan penagihan kepada debitur secara berlebihan,” ujar Kiki.
Kiki juga mengatakan, pinjol ilegal tak hanya menjerat ibu rumah tangga saja.
Anak muda dengan gaya hidup selangit namun ekonomi sulit juga acap kali terjerat pinjol ilegal.
Ini karena anak muda kebanyakan berprilaku konsumtif.
“Untuk yang konsumtif itu bahaya. Gaya hidup anak muda, bukan cuma ibu rumah tangga saja yang kena perangkap pinjol ilegal. Anak muda yang membeli barang-barang tidak seharusnya juga sering terjerat,” kata Kiki.