Awal mulanya praktik jual beli data ini dilakukan oleh pihak kartu kredit.
Mereka membeli data nasabah dari mafia data untuk menawarkan produk mereka daan ternyata praktik jual beli ini masih terus berlangsung.
Data dijual dengan berbagai variasi harga, mulai dari Rp300 sampai Rp 50.000 per data.
Apabila data memuat informasi seperti nama, nomor telepon, alamat hingga nama orang tua dan tanpa dilengkapi kemampuan keuangan akan dijual Rp 300/data.
Untuk data yang dilengkapi dengan kemampuan finansial nasabah maka harganya Rp20.000 sampai Rp50.000 per data.
Dari sebuah investigasi yang dilakukan oleh salah satu media masa nasional, seorang mafia data menjual 1.101 data nasabah dengan total harga Rp350.000 ke pihak investigasi.
3. Akses Kontak Dari Peminjam Pinjol Ilegal
Sudah jadi rahasia umum bahwa pinjol ilegal mengakses seluruh kontak dari peminjamnya.
Ini mereka lakukan sebagai database untuk menawarkan kembali ke calon ‘korban’ lainnya sekaligus cara meneror agar si peminjam mau melunasi utang.
4. Info di Media Sosial
Di tiap platform media sosial ada kolom bio yang sering digunakan untuk mengisi tentang deskripsi pengguna.
Sayangnya masih banyak yang mengisi kolom ini dengan nomor telepon dan inilah yang menjadi celah bagi pinjol ilegal untuk mendapatkan nomor telepon calon ‘korban’.
Tak sedikit juga netizen yang suka share data pribadi seperti tangkapan layar dengan nomor telepon, info pendaftaran, info penawaran usaha, nomor telepon di flyer dan lain sebagainya.
Berbagi data seperti nomor telepon di dunia digital memang tidak bisa dihindari, begitu juga dengan poin tiga di mana kita sebagai teman dari peminjam.
Namun, kita bisa menghindari pinjol ilegal ini dengan memblokir nomornya juga mengabaikan segala bentuk penawarannya.
Baca Juga: Tak Perlu Jasa Joki Apapun! Ini Syarat dan Cara Minta Hapus Data Pinjol Secara Permanen