Find Us On Social Media :

Nahloh! Niat Ingin Tambah Penghasilan, Wanita Ini Malah Jadi Korban Loker Hingga Terlilit Hutang Pinjol Rp 48,8 Juta

penipuan loker sampingan

GridFame.id - 

Marak penipuan berkedok menawarkan loker sampingan.

Dimana mereka awalnya menawarkan loker dan mendapat penghasilan per hari.

Penghasilan yang ditawarkan pun cukup menggiurkan dan pekerjaannya mudah.

Hanya mempostingan atau memberikan like di akun YouTube atau instagram.

Setelah mengikuti, pelaku biasanya akan meminta pekerja untuk top up.

Alasannya agar uang atau gajinya bisa cair.

Sudah banyak masyarakat yang menjadi korban dari jutaan hingga puluhan juta.

Seperti yang dialami oleh seorang wanita ini.

Ia tergiur dengan penawaran pekerjaan sampingan dengan cara like postingan YouTube.

Namun, bukannya mendapatkan penghasilan tamabahan, malah kena tipu.

Ia bahkan sampai terlilit utang pinjol atau pinjaman online sampai Rp 48,8 juta.

Baca Juga: Daripada Emosi, Begini Cara Lapor Provider Soal Nomor Penipu dan Debt Collector Supaya Diblokir dan Tak Telepon Lagi

Cerita itu dibeberkan oleh seorang karyawati dilansir dari Kompas.com.

Seorang karyawati berinsial COD (24) yang tertipu dengan modus pekerjaan sampingan untuk like dan subscribe Youtube terpaksa meminjam uang ke pinjaman online (pinjol).

Uang itu digunakannya sebagai deposit untuk syarat pencairana gaji.

Total kerugian yang dibawa kabur penipu Rp 48,8 juta.

Awalnya, perempuan tersebut diminta untuk like dan subscribe YouTube.

Selain itu, penipu menyuruh korban untuk melipatgandakan uang dengan cara deposit.

Namun, setelah top up ternyata tak mendapatkan penghasilan apapun.

Nah, dikutip dari Cermati.com, ini 5 ciri-ciri modus penipuan loker:

1. Persyaratan Menjadi Karyawan Terlalu Mudah dan Umum

2. Proses Recruitment Terlalu Cepat

3. Langsung Diterima Tanpa Ada Proses Interview

4. Penawaran Gaji yang Tidak Masuk Akal

5. Meminta Sejumlah Dana

Baca Juga: Astaga! Hati-hati dengan Modus Penipuan Agen Kartu Kredit, Segera Lakukan Ini jika Terlanjur jadi Korban