Dilansir dari laman resmi hukumonline.com, penetapan bunga yang tinggi dalam suatu pinjaman merupakan suatu penyalahgunaan keadaan (undue influence atau misbruik van omstandigheden) yang dikenal dalam hukum perdata.
Penyalahgunaan keadaan merupakan salah satu bentuk cacat kehendak, sehingga seseorang yang dirugikan dapat mengajukan pembatalan perjanjian.
Dalam hal ini, pemberi pinjaman menempatkan peminjam pada situasi yang berat sehingga peminjam merasa dirugikan.
Ini lah yang membuat peminjam berhak untuk menuntut pembatalan perjanjian bunga dan denda keterlambatan yang telah ditetapkan.
Debitur pinpri dalam hal ini dapat mengajukan gugatan perdata ke pengadilan atas dasar penyalahgunaan keadaan.
Tentunya dengan dalil bahwa perjanjian itu sebenarnya tidak ia kehendaki atau perjanjian itu tidak ia kehendaki dalam bentuknya yang demikian.
Selain itu, debitur pinpri yang terlambat mengembalikan dana biasanya akan diteror secara terus menerus dan diancam data pribadinya akan disebarluaskan.
Untuk masalah yang satu ini, debitur juga bisa menuntut pihak pemberi pinjaman yang dalam hal ini pinpri.
Pasalnya tindakan meneror dan menyebar luaskan data pribadi tanpa izin telah melanggar Undang-Undang. Perlu diketahui bahwa tindakan penyebarluasan data pribadi merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 65 ayat (2) jo. Pasal 67 ayat (2) UU PDP menyatakan bahwa setiap orang dilarang dengan sengaja dan melawan hukum mengungkapkan data pribadi yang bukan miliknya dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4 miliar.
Agar tak terjebak dalam lingkaran utang, hindari segala bentuk tawaran PinPri baik secara pribadui maupun media sosial.