Baca Juga: Hukum Membersihkan Telinga Menggunakan Cotton Bud di Bulan Puasa, Benarkah Membatalkan?
Melansir dari TribunJabar.id melalui Rumaysho.com, terdapat beberapa hadis yang menjelaskan hukum muntah saat sedang puasa.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
مَنْ ذَرَعَهُ قَىْءٌ وَهُوَ صَائِمٌ فَلَيْسَ عَلَيْهِ قَضَاءٌ وَإِنِ اسْتَقَاءَ فَلْيَقْضِ
“Barangsiapa yang muntah menguasainya (muntah tidak sengaja) sedangkan dia dalam keadaan puasa, maka tidak ada qadha’ baginya. Namun apabila dia muntah (dengan sengaja), maka wajib baginya membayar qadha’.” (HR. Abu Daud, no. 2380; Ibnu Majah, no. 1676; Tirmidzi, no. 720. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini dha’if. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Sementara itu, Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan bahwa jika seseorang itu menyengajakan dirinya untuk muntah, puasanya batal.
Namun jika ia dikuasai oleh muntahnya, puasanya tidak batal. (Majmu’ Al-Fatawa, 25: 266)
Yang tidak membatalkan di sini adalah jika muntah menguasai diri artinya dalam keadaan dipaksa oleh tubuh untuk muntah.
Hal ini selama tidak ada muntahan yang kembali ke dalam perut atas pilihannya sendiri, jika yang terakhir ini terjadi, maka puasanya batal. (Lihat Hasyiyah Syaikh Ibrahim Al-Bajuri, 1: 556).
Komisi Fatwa Kerajaan Saudi Arabia (Al-Lajnah Ad-Daimah) pernah ditanya, jika ada seseorang yang berpuasa lantas ia muntah dan menelan muntahannya namun tidak disengaja, apa hukumnya?
Para ulama Al-Lajnah Ad-Daimah menjawab bahwa jika ada yang sengaja munta, puasanya batal. Namun jika ia dikuasai oleh muntahnya, puasanya tidak batal.
Kesimpulannya adalah jika seseorang dalam perjalanan jauh lantas mabuk dan muntah (mual perjalanan), ini disebut muntah yang tidak bisa ia kendalikan (tidak sengaja), puasanya tidak batal. Wallahu a’lam.