GridFame.id - Sertifikat halal sangat penting bagi konsumen Muslim yang ingin memastikan bahwa produk yang mereka konsumsi sesuai dengan keyakinan dan hukum agama mereka.
Dengan adanya sertifikat ini, konsumen tidak perlu khawatir tentang kehalalan produk yang mereka beli, baik itu makanan, minuman, obat-obatan, atau produk lainnya.
Sertifikat ini juga memberikan rasa aman dan kepastian bahwa produk tersebut telah melalui proses verifikasi dan pengawasan yang ketat.
Proses sertifikasi halal melibatkan beberapa tahap yang harus dilalui oleh produsen.
Tahap pertama adalah pengajuan permohonan sertifikasi kepada lembaga yang berwenang, seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Indonesia.
Setelah permohonan diterima, dilakukan audit dan pemeriksaan terhadap bahan baku, proses produksi, hingga distribusi produk tersebut.
Proses ini melibatkan ahli yang kompeten di bidang halal untuk memastikan semua aspek memenuhi standar yang ditetapkan.
Lembaga sertifikasi halal bertanggung jawab untuk mengeluarkan sertifikat halal setelah melakukan penilaian dan audit terhadap produk.
Di Indonesia, lembaga utama yang mengeluarkan sertifikat halal adalah Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI).
Untuk prosesnya sendiri sertifikat halal antara untuk UMKM dan bisnis besar tentu berbeda.
Apa yang membedakan?
Undang-Undang No. 4 Tahun 2013 mewajibkan sertifikasi halal bagi seluruh produk yang beredar di Indonesia, termasuk seluruh produk yang diproduksi oleh Usaha Mikro Kecil.
Baca Juga: Cara Buat NIB Untuk Daftar Sertifikasi Halal Secara Gratis Tanpa Ribet
Melansir dari Kompas.com, Kepala Provinsi Halal Center Cendikia Muslim selaku pendamping pengurusan sertifikat halal, Dini Ruhyati Wulandari mengatakan, sertifikat halal dengan skema self declare dan reguler sama-sama diakui oleh pemerintah.
Perbedaan antara skema self declare dan reguler yang pertama adalah soal biaya.
Dikutip dari halalcenter.id, alam pengurusan sertifikat halal self declare, pelaku UMKM tak dikenakan biaya alias gratis.
Sementara itu, sertifikat halal skema reguler, pelaku UMKM dikenakan biaya Rp300.000 dan biaya pemeriksaan kehalalan produk oleh Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) sebesar Rp.350.000 sehingga biaya yang keluarkan oleh pelaku UMK melalui skema reguler adalah Rp.650.000.
Pelaku UMKM yang mengajukan sertifikat halal skema self declare bisa memilih Lembaga Pendamping PPH yang terdaftar di Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama seperti Ormas Islam, Perguruan Tinggi yang terakreditasi, dan Lembaga Keagamaan Islam yang berbadan hukum di Indonesia yang bisa dicari di website halal.go.id
Selanjutnya, pelaku UMKM memilih nama Pendamping PPH yang akan mendampingi pelaku usaha dalam pendampingan PPH.
Pendamping PPH dari Lembaga Pendamping akan visit ke lokasi pelaku usaha untuk melakukan verifikasi dan validasi (verval) terkait PPH di perusahaan tersebut.
Pelaku UMKM yang mengajukan sertifikasi halal dengan skema reguler bisa memilih LPH (Lembaga Pemeriksa Halal) yang terdaftar di Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama seperti PT Sucofindo, PT Surveryor Indonesia, dan LPH lainnya.
Selanjutnya, auditor halal dari LPH akan visit ke lokasi pelaku usaha untuk melakukan audit terkait PPH di perusahaan tersebut.
Sertifikat halal self declare itu khusus UMKM atau pedagang kecil yang omzetnya kurang dari 500 juta setahun dan hanya punya satu otlet.
Misalnya di omzetnya kurang dari 500, tapi punya 2-3 outlet, itu tak bisa.
Dini mengatakan, proses pengurusan sertifikat halal skema self declare relatif mudah dan cepat tergantung kelengkapan data yang diberikan oleh pelaku UMKM. Pendamping pengurusan sertifikat halal self declare nantinya akan membantu segala pengurusan.
Baca Juga: Cara Daftar Sertifikasi Halal Pakai Aplikasi Kemenag Tanpa Ribet