Uu juga berharap, peristiwa ini tak memicu ketakutan dari para orang tua yang hendak atau tengah menyekolahkan putra-putrinya di pesantren.
"Ada sekitar 12 ribu pondok pesantren yang ada di Jawa Barat. Belum lagi majelis-majelis, dan madrasah diniyah. Harapan kami, jangan disamaratakan," katanya.
Uu mengatakan, pengawasan terhadap anak yang sedang mondok di pesantren adalah hak bagi setiap orang tua atau wali murid.
"Di pesantren yang benar, orang tua bisa 'ngalongok ka pesantren'. Bahkan pesantren saya ada libur setahun dua kali. Orang tua boleh menengok perkembangan anak di pesantren. Sehingga terpantau pendidikan, kesehatan, dan lainnya. Tidak cukup dengan telepon," kata Uu.
Uu mengatakan, orang tua perlu mengedepankan kehati-hatian ekstra sebelum mempercayakan anaknya menjadi peserta didik suatu lembaga.
Banyak aspek yang perlu dipertimbangkan, mulai dari biaya, fasilitas, metode belajar, asal usul pendidikan guru, pendiri, yayasan, hingga legalitas lembaga yang berdiri.
Orang tua, kata Uu, sebaiknya memilih sekolah yang sudah terbukti menghasilkan lulusan berkualitas.
Bisa saja dengan melihat tetangga, kerabat, atau testimoni dari lulusan yang sudah pernah menempuh pendidikan di suatu lembaga.
Source | : | Tribun Jabar |
Penulis | : | Lena Astari |
Editor | : | Lena Astari |
Komentar