Dalam pinjaman konvensional, bank akan memberlakukan BI checking untuk melihat kelayakan peminjam.
Sistem ini sendiri mencatat ragam informasi debitur seperti identitas, riwayat pembayaran cicilan kredit dan kredit macet sehingga banyak pengajuan pinjaman yang tidak lolos karena terkendala BI checking ini.
Beda halnya dengan pinjol dan fintech legal. Badan fintech legal yang memberlakukan credit scoring dari profil dasar berbasis Artificial Intelligence (AI) dalam menguji kelayakan peminjam.
Derngan demikian, penilaian para nasabah tidak tergantung pada riwayat BI checking dan kemungkinan untuk approval lebih besar.
Jika sudah melunasi pinjaman konvensional dan KTA pada bank, pinjaman ulang akan lebih sulit dilakukan dalam waktu cepat.
Proses persetujuan akan sangat tergantung dari pihak bank dan banyak nasabah yang gagal untuk mengajukan pinjaman ulang dari bank yang sama.
Dengan demikian, pinjaman bank tidak terlalu sesuai untuk digunakan sebagai dana darurat sedangkan pinjol dan fintech legal di mana nasabah dapat mengajukan pengajuan pinjaman ulang dengan mudah terutama untuk mereka yang memiliki sejarah pembayaran lancar.
Perbandingan yang juga membedakan antara pinjaman online dengan pinjaman konvensional di bank adalah tingkat bunga yang dibebankan kepada nasabah.
Bunga yang dibebankan oleh bank berada di kisaran 1% - 2% setiap bulannya dan lebih rendah daripada bunga pinjol serta fintech legal.
Hal ini disebabkan oleh kemampuan bank dalam menghimpun dana masyarakat dengan lebih cepat.
Sedangkan untuk bunga pinjol dan fintech legal sudah diatur oleh Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) dengan tingkat bunga tidak melebihi 0,4% per hari atau 12% per bulan.
Penulis | : | Nindy Nurry Pangesti |
Editor | : | Nindy Nurry Pangesti |
Komentar