Dari ketentuan di atas, tampak bahwa baik pelakor (sebagai perempuan yang melakukan hubungan seksual dengan suami orang lain) maupun laki-laki yang telah mempunyai pasangan sah (suami yang direbut oleh pelakor) dapat dikenakan pidana berdasarkan Pasal 284 KUHP.
Namun, proses penuntutan secara pidana hanya dapat dilakukan atas pengaduan pasangan sah atau istri yang suaminya direbut oleh pelakor.
Ditegaskan pula oleh R. Soesilo bahwa Pasal 284 KUHP ini merupakan suatu delik aduan yang absolut.
Artinya tidak dapat dituntut apabila tidak ada pengaduan dari pihak suami atau istri yang dirugikan atau yang dimalukan.
R. Soesilo menambahkan bahwa pengaduan ini tidak boleh dibelah.
Maksudnya, apabila laki-laki (A) mengadukan bahwa istrinya (B) telah berzina dengan laki-laki lain (C), maka (B) sebagai yang melakukan perzinaan dan C sebagai yang turut melakukan perzinaan, kedua-duanya harus dituntut.
Akan tetapi, karena pada dasarnya upaya hukum pidana seharusnya merupakan ultimum remidium (upaya terakhir) dalam penyelesaian suatu masalah.
Source | : | Hukumonline.com |
Penulis | : | Lena Astari |
Editor | : | Lena Astari |
Komentar