Praktik debt collector yang menyebarluaskan data debitur secara tidak sah dapat melanggar hukum privasi dan data pribadi, tergantung pada yurisdiksi hukum yang berlaku.
Di Indonesia, misalnya, undang-undang yang relevan adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.
Berikut adalah beberapa kemungkinan sanksi yang dapat diterapkan terhadap debt collector yang menyebarluaskan data debitur secara tidak sah:
Otoritas yang berwenang, seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Indonesia, dapat memberikan sanksi administratif kepada lembaga pinjaman atau debt collector yang melanggar undang-undang privasi dan data pribadi.
Sanksi ini bisa berupa denda, peringatan, pencabutan izin operasional, atau tindakan lain yang sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Debitur yang menjadi korban penyebaran data pribadi yang tidak sah dapat mengajukan tuntutan perdata terhadap debt collector dan lembaga pinjaman terkait.
Tuntutan ini dapat mencakup ganti rugi atas kerugian yang timbul akibat pelanggaran privasi dan reputasi yang terkena dampaknya.
Jika penyebaran data debitur melanggar undang-undang yang berlaku, pihak berwenang dapat memulai tindakan pidana terhadap pelaku.
Ini dapat menghasilkan sanksi pidana berupa denda atau hukuman penjara, tergantung pada tingkat pelanggaran dan hukum yang berlaku di negara Anda.
Penting untuk mengkonsultasikan kasus Anda dengan ahli hukum yang berkompeten untuk memahami dengan lebih baik konsekuensi hukum yang mungkin berlaku dalam situasi Anda dan mengetahui undang-undang spesifik yang berlaku di negara Anda.
Sebagian isi artikel ini ditulis dengan menggunakan bantuan kecerdasan buatan.
Penulis | : | Nindy Nurry Pangesti |
Editor | : | Nindy Nurry Pangesti |
Komentar