GridFame.id - Aksi pinjol memang kerap bikin geleng-geleng kepala.
Apalagi pinjol ilegal yang seolah tak ada habisnya membuat modus baru untuk menjebak korban.
Padahal OJK bersama Kominfo sudah memblokir dan menutup ribuan aplikasi pinjol ilegal.
Namun oknum pinjol abal-abal ini terus bermunculan dengan nama-nama baru.
Tentunya hal ini menimbulkan keresahan di masyarakat.
Terlebih sampai saat ini penggunaan layanan pinjaman online masih digandrungi.
Selain karena syarat yang mudah, proses pencairannya pun tergolong cepat.
Sayangnya banyak juga pinjol yang licik dengan tidak merahasiakan data pribadi para debiturnya.
Bahkan ada saja pinjol yang diam-diam ternyata sudah memiliki data pribadi para calon korbannya.
Tak disangka, AFPI membongkar trik pinjol untuk mendapatkan calon korbannya.
Agar tak kena tipu, simak informasi penting berikut ini.
Baca Juga: Simak 3 Cara Ampuh Hapus Data Diri di Aplikasi Pinjol, Tak Perlu Takut Disalahgunakan
Dilansir dari laman resmi afpi.or.id, ternyata pinjol punya cara licik untuk mendapatkan data pribadi calon korbannya, yaitu:
Ini merupakan salah satu tindak kejahatan siber yang terkenal dan sering dilakukan oleh hacker.
Tindak kejahatan ini terbukti masih efektif dalam hal pencurian identitas.
Semua data pribadi (nama, nomor HP, alamat), data keuangan (nomor kartu kredit, password), dan data akun (password dan juga username) menjadi sasaran dari tindak kejahatan digital ini.
Salah satu cara hacker melakukan phising ini adalah dengan menyamar menjadi pihak yang berwenang sehingga calon korban tidak curiga.
Jual beli data konsumen sudah terjadi sejak bertahun-tahun silam.
Awal mulanya praktik jual beli data ini dilakukan oleh pihak kartu kredit.
Mereka membeli data nasabah dari mafia data untuk menawarkan produk mereka dan ternyata praktik jual beli ini masih terus berlangsung.
Data dijual dengan berbagai variasi harga, mulai dari Rp300 sampai Rp 50.000 per data di mana tingkat harga ditentukan oleh informasi yang ada di data tersebut.
Apabila data memuat informasi seperti nama, nomor telepon, alamat hingga nama orang tua dan tanpa dilengkapi kemampuan keuangan akan dijual Rp 300/data.
Untuk data yang dilengkapi dengan kemampuan finansial nasabah maka harganya Rp20.000 sampai Rp50.000 per data.
Dari sebuah investigasi yang dilakukan oleh salah satu media masa nasional, seorang mafia data menjual 1.101 data nasabah dengan total harga Rp350.000 ke pihak investigasi, jadi untuk per data dihargai Rp318.
Dan inilah cara yang paling sering dilakukan oleh pinjol ilegal dalam mendapatkan data calon ‘korban’ karena mereka bisa membeli dengan harga murah dan aksesnya bisa ribuan bahkan jutaan data nasabah.
Hingga sekarang ini praktik jual beli data nggak hanya terbatas data pribadi tapi juga sudah merambah ke KTP.
Sudah jadi rahasia umum bahwa pinjol ilegal mengakses seluruh kontak dari peminjamnya.
Ini mereka lakukan sebagai database untuk menawarkan kembali ke calon ‘korban’ lainnya sekaligus cara meneror agar si peminjam mau melunasi utang.
Coba dibayangkan jika setiap peminjam diakses kontak teleponnya, ada ribuan hingga jutaan nomor telepon yang bisa mereka peroleh dari para peminjam.
Di tiap platform media sosial ada kolom bio yang sering digunakan untuk mengisi tentang deskripsi pengguna.
Sayangnya masih banyak yang mengisi kolom ini dengan nomor telepon.
Inilah yang menjadi celah bagi pinjol ilegal untuk mendapatkan nomor telepon calon ‘korban’.
Atau tak sedikit juga orang yang suka membagikan data pribadi seperti tangkapan layar dengan nomor telepon, info pendaftaran, info penawaran usaha, nomor telepon di flyer dan lain sebagainya.
Mencantumkan nomor telepon ini untuk keperluan usaha atau kepentingan pekerjaan memang hal yang umum, sayangnya sering digunakan oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab dalam mengumpulkan data lalu menjualnya.
Berbagi data seperti nomor telepon di dunia digital (dengan catatan untuk keperluan penting) memang tidak bisa dihindari.
Namun, Anda bisa menghindari pinjol ilegal ini dengan memblokir nomornya juga mengabaikan segala bentuk penawarannya.
Penulis | : | Nindy Nurry Pangesti |
Editor | : | Nindy Nurry Pangesti |
Komentar