Asuransi jiwa berbasis hukum syariah ini menggunakan akad yang berlandaskan tolong menolong.
Hal ini memberikan manfaat yaitu antisipasi risiko yang lebih ringan karena ditanggung bersama dibanding menyiapkan sendiri.
Berbeda halnya dengan asuransi jiwa konvensional yang menggunakan akad jual-beli.
Perusahaan asuransi memberikan manfaat perlindungan dari premi yang dibayarkan tertanggung.
Perbedaan yang paling jelas dari dua produk asuransi ini adalah pengelolaan dananya yang diawasi oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI.
Baca Juga: Jangan Asal Beli Kalau Tak Mau Rugi! Ini 4 Poin Penting saat Menentukan Asuransi Kesehatan Terbaik
Pada asuransi syariah menggunakan prinsip syariah Islam yang artinya tidak boleh ada kegiatan yang dilarang dalam syariah
Seperti riba, judi, kegiatan/ jasa yang tergolong haram, dan tidak boleh melibatkan kegiatan produksi atau distribusi barang haram.
Pada asuransi jiwa konvensional tidak terikat pada hukum Islam, namun biasanya akan dibatasi sesuai dengan hukum dan undang-undang negara.
Perbedaan yang cukup signifikan juga ada pada sistem pembagian keuntungan investas, seperti yang diketahui bahwa asuransi jiwa dapat memberikan manfaat investasi di kemudian hari.
Hasil investasi dari proteksi jiwa syariah akan dibagikan kepada para pemegang polis dan perusahaan asuransi syariah sesuai perjanjian atau akad yang digunakan.
Sedangkan pada asuransi konvensional, hasil investasi akan menjadi pilih perusahaan asuransi kecuali untuk produk asuransi jiwa unit link atau asuransi yang dikaitkan dengan investasi sejak awal.
Jika Anda memilih proteksi jiwa syariah, dana kontribusi yang menjadi tabarru’ tidak akan hangus meskipun tidak melakukan klaim selama masa perlindungan.
Dana tersebut akan terus diakumulasikan sebagai tabarru’ yang menjadi milik peserta atau pemegang polis.
Baca Juga: Ini Risiko yang Bakal Dihadapi Nasabah Jika Perusahaan Asuransi Tak Memiliki Aktuaris
Penulis | : | Nindy Nurry Pangesti |
Editor | : | Nindy Nurry Pangesti |
Komentar