GridFame.id - Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) adalah dokumen yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk memiliki dan memanfaatkan bangunan yang dibangun di atas tanah yang bukan miliknya.
SHGB diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) atau lembaga terkait lainnya dan berlaku untuk jangka waktu tertentu.
Biasanya antara 20 hingga 30 tahun, yang dapat diperpanjang.
Pemegang SHGB memiliki hak untuk menggunakan, memanfaatkan, dan memperoleh manfaat dari bangunan yang berdiri di atas tanah tersebut.
Tetapi tidak memiliki hak atas tanah secara keseluruhan.
Tanah tersebut biasanya dimiliki oleh pemerintah atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan disewakan kepada pemegang SHGB untuk jangka waktu tertentu.
Pemegang SHGB biasanya harus membayar biaya sewa kepada pemilik tanah setiap tahun atau setiap beberapa tahun sekali.
Jumlah sewa yang harus dibayarkan dan prosedur perpanjangan kontrak sewa dapat bervariasi tergantung pada ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah atau BUMN yang memiliki tanah tersebut.
Meskipun SHGB memberikan hak kepemilikan yang lebih terbatas daripada Sertifikat Hak Milik (SHM), properti dengan SHGB masih dapat diperjualbelikan atau digunakan sebagai agunan untuk mendapatkan pembiayaan.
Namun, perlu diingat bahwa properti dengan SHGB biasanya memiliki nilai jual yang lebih rendah daripada properti dengan SHM karena keterbatasan hak kepemilikan.
Selain itu, ada sederet kerugian membeli properti dengan SHGB.
Baca Juga: Keuntungan dan Kelebihan Jika Memilih KPR dengan Bunga Berjenjang
Membeli rumah dengan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) memiliki beberapa potensi kerugian yang perlu dipertimbangkan:
Dibandingkan dengan Sertifikat Hak Milik (SHM), SHGB memberikan hak milik yang lebih terbatas atas tanah dan bangunan.
Tanah yang dimiliki oleh pihak lain (biasanya Pemerintah atau Badan Usaha Milik Negara/BUMN) dan disewakan kepada pemilik bangunan untuk jangka waktu tertentu.
Hal ini dapat menyebabkan keterbatasan dalam penggunaan dan pengalihan properti.
Pemegang SHGB harus membayar sewa kepada pemilik tanah (pada umumnya Pemerintah atau BUMN) sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam perjanjian.
Pembayaran sewa ini biasanya dilakukan setiap tahun atau setiap beberapa tahun sekali, pembayaran sewa dapat meningkat seiring berjalannya waktu.
Jika kontrak sewa SHGB habis masa berlakunya, pemegang SHGB harus memperpanjang kontrak dengan pemilik tanah.
Jika perpanjangan kontrak tidak dapat dicapai atau dikenakan biaya yang tinggi, hal ini dapat menimbulkan ketidakpastian atas kepemilikan properti.
Properti dengan SHGB cenderung memiliki nilai jual yang lebih rendah dibandingkan dengan properti dengan SHM.
Hal ini karena pembeli mungkin lebih cenderung memilih properti dengan hak milik yang lebih kuat dan stabil.
Beberapa lembaga keuangan mungkin memiliki kebijakan yang ketat dalam memberikan pembiayaan untuk properti dengan SHGB, karena adanya risiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan properti dengan SHM.
Ini dapat membatasi akses Anda terhadap pembiayaan yang kompetitif dan menguntungkan.
Meskipun ada kerugian yang terkait dengan membeli rumah dengan SHGB, beberapa orang masih memilih untuk melakukannya karena harga yang lebih terjangkau atau karena properti tersebut memiliki lokasi atau fasilitas yang menarik.
Namun, sangat penting untuk mempertimbangkan semua faktor dan risiko yang terkait sebelum membuat keputusan untuk membeli rumah dengan SHGB.
Sebagian isi artikel ini ditulis dengan menggunakan bantuan kecerdasan buatan.
Baca Juga: Begini Cara Take Over Kredit Rumah di Bank dan Notaris Lengkap dengan Biaya yang Harus Disiapkan
Penulis | : | Nindy Nurry Pangesti |
Editor | : | Nindy Nurry Pangesti |
Komentar