GridFame.id - UMKM, singkatan dari Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, adalah entitas bisnis yang memainkan peran penting dalam perekonomian suatu negara.
Secara umum, UMKM mencakup berbagai jenis bisnis dengan skala operasional yang relatif kecil dibandingkan dengan perusahaan besar.
Meskipun rentang ukurannya bervariasi di berbagai negara, UMKM biasanya memiliki jumlah karyawan yang terbatas, omset yang lebih rendah, dan aset yang terbatas.
UMKM memainkan peran vital dalam perekonomian, baik dari segi kontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB), penciptaan lapangan kerja, maupun pengentasan kemiskinan.
Mereka sering menjadi sumber utama lapangan kerja, terutama di negara-negara berkembang, serta memainkan peran penting dalam mendukung pemerataan ekonomi dengan memungkinkan partisipasi ekonomi dari berbagai lapisan masyarakat.
UMKM memiliki karakteristik tertentu yang membedakannya dari perusahaan besar.
Biasanya, UMKM dimiliki dan dioperasikan secara independen, memiliki jumlah karyawan yang terbatas (bahkan bisa hanya satu pemilik), menggunakan modal terbatas, dan memiliki jangkauan pasar yang lebih terlokalisasi.
UMKM mencakup berbagai jenis bisnis, mulai dari toko kelontong kecil, warung makan, dan bengkel otomotif hingga usaha perhotelan kecil, pertanian skala kecil, dan industri kreatif seperti perancangan grafis dan kerajinan tangan.
Sayangnya, tak semua UMKM atau pelaku bisnis bisa sukses.
Dibawah ini merupakan beberapa faktor yang membuat UMKM gagal total.
Baca Juga: Untuk Modal UMKM, Lebih Baik Pinjam Modal di Koperasi atau KUR Bank?
Melansir dari simulasikredit.com, ketika akan memulai UMKM, kebanyakan calon pengusaha hanya memperhitungkan modal usaha sebatas untuk pengadaan barang, peralatan, dan tempat usaha saja.
Mereka lupa atau bahkan tidak tahu jika menjalankan bisnis juga membutuhkan biaya operasional yang harus dipersiapkan di awal.
Biaya operasional menyangkut biaya-biaya yang harus dikeluarkan selama berjalannya bisnis, seperti biaya gaji karyawan, listrik dan air, pulsa telepon, dan lain-lain.
Tanpa perhitungan yang matang, bisa membuat bisnis UMKM yang dijalani menjadi gagal.
Kemampuan UMKM menghasilkan laba tak selalu diimbangi dengan kemampuan mengelola modal yang memadai dari sang pengusaha.
Perolehan laba seharusnya bisa menambah modal usaha.
Sayangnya tak semua pengusaha berlaku demikian, banyak yang justru menggunakan laba usaha untuk kepentingan pribadi atau hal-hal lain yang tidak berkaitan dengan pengembangan bisnis.
Hal tersebut jelas tidak akan menghasilkan atau bahkan menciptakan aliran pendapatan baru yang menguntungkan bagi kegiatan bisnis UMKM.
Baca Juga: Cocok Untuk UMKM, Ini 6 Tips Bisnis Model Canvas
Perbedaan perusahaan skala besar dengan UMKM terletak pada kemampuan mengorganisir setiap bidang tugas yang ada.
Sementara yang terjadi pada UMKM justru sebaliknya.
UMKM umumnya belum dilengkapi dengan sistem yang memungkinkan karyawan untuk bekerja secara otonom.
Setiap aktivitas kerja pada UMKM cenderung tersentralisasi pada sang pemilik usaha, mulai dari pencatatan transaksi keuangan, jual beli, inventarisasi barang, hingga data suplier.
Bisnis bisa tumbuh dan berkembang dengan kedisiplinan dan tentunya kesiapan untuk menjual produk atau jasa yang ditawarkan.
Sayangnya, tak sedikit UMKM yang ternyata tidak siap untuk menjual produk atau jasa yang menjadi inti dari bisnisnya.
Contohnya ketika produk atau jasa diluncurkan ke publik, UMKM harus siap dengan reaksi pasar.
Di saat banyak orderan masuk, UMKM justru sulit untuk memenuhinya dikarenakan keterbatasan sumber daya, baik stok produk maupun jumlah pekerja.
Akibatnya, banyak pelanggan kecewa karena tak terlayani dengan baik dan inilah yang dimaksudkan dengan ketidaksiapan menjual.
Baca Juga: DANA Wujudkan Kesetaraan Akses Teknologi Digital Bagi UMKM Disabilitas Lewat QRIS Soundbox
Penulis | : | Ayudya Winessa |
Editor | : | Ayudya Winessa |
Komentar