GridFame.id - Mudik adalah tradisi yang telah menjadi bagian integral dari budaya Indonesia.
Setiap tahun, ribuan orang di seluruh negeri bersiap-siap untuk melakukan perjalanan mudik saat momen liburan tiba.
Mudik merujuk pada fenomena di mana orang kembali ke kampung halaman mereka, biasanya pada saat liburan panjang seperti Idul Fitri atau Natal.
Tradisi ini tidak hanya tentang perjalanan fisik, tetapi juga tentang ikatan emosional yang kuat dengan akar budaya dan identitas mereka.
Salah satu aspek yang membuat mudik begitu istimewa adalah bahwa ini bukan sekadar perjalanan, tetapi juga momen berkumpul dengan keluarga dan kerabat yang mungkin jarang ditemui sepanjang tahun.
Ini menjadi kesempatan bagi orang-orang untuk saling bertukar cerita, berbagi pengalaman, dan mempererat ikatan keluarga yang terkadang terabaikan dalam kehidupan sehari-hari yang sibuk.
Namun, meskipun mudik memiliki makna budaya yang mendalam, fenomena ini juga seringkali diwarnai dengan tantangan dan risiko.
Salah satu tantangannya adalah ketika sedang berpuasa.
Ada beberapa yang mengatakan jika musafir diperbolehkan untuk tak menjalankan puasa.
Namun, ada juga yang mengatakan meskipun perjalanan jauh hukumnya tetap wajib berpuasa.
Berikut ini penjelasan tentang ketentuan berpuasa bagi musafir.
Baca Juga: Bisa Buat Buka Puasa! Serbu Promo Lawson Khusus Hari Rabu Diskon Menu Rabokki Hingga Fried Food
Melansir dari Kompas.com, untuk musafir sendiri ditentukan dengan jarak tempuh perjalanan.
Mantan Mufti Mesir Syekh Ali Jum'ah Muhammad mengatakan, musafir (orang yang berpergian) bisa mendapatkan keringanan tidak puasa asal jarak perjalanannya minimal dua marhalah.
Dua marhalah dalam ini setara dengan 83,5 kilometer.
Selain itu, perjalanan tersebut tak boleh memiliki tujuan maksiat atau hal-hal yang buruk.
Apabila sudah memenuhi dua syarat tersebut, maka seorang musafir bisa mendapat keringanan untuk tidak berpuasa ketika Ramadhan.
Kendati demikian, Syekh Ali Jum'ah menyebutkan, seseorang yang memilih untuk tetap berpuasa dalam kondisi bepergian memiliki pahala lebih besar.
Bagi musafir yang tidak berpuasa, maka ia diwajibkan untuk menggantinya di luar Ramadhan.
Hal serupa juga terjadi bagi seseorang yang tidak berpuasa karena pekerjaan berat.
Batas mengganti puasa Ramadhan tersebut adalah sampai pada Ramadhan tahun selanjutnya, dengan catatan di luar hari yang diharamkan puasa.
Ia juga diwajibkan membayar fidyah berupa memberi makan orang miskin satu orang setiap hari puasa, selain tetap mengganti puasanya.
Besaran fidyah yang harus dibayarkan adalah memberi makan fakir miskin sebesar 1 mud atau 0,6 kilogram beras untuk satu hari puasa.
Baca Juga: Serbu Promo Imperial Tables Untuk Berbuka, Makan Kenyang Cuma 28 Ribu
Penulis | : | Ayudya Winessa |
Editor | : | Ayudya Winessa |
Komentar