Setiawan mengatakan temuan 40 kasus positif di Gedung Sate ini belum bisa dipastikan sebagai sebuah klaster karena belum menemukan rantai penularan yang utuh di antara 40 orang tersebut.
Bisa saja, katanya, mereka tertular dari sumber yang berbeda-beda dengan waktu yang berbeda juga.
"Hemat kami, hal ini belum dapat dipastikan klaster perkantoran. Gedung Sate ini terbuka aksesnya. Ini tersebar di beberapa biro, yang punya kontak bervariasi. Belum dapat dipastikan klaster karena belum lihat pola penularan seragam," ujarnya.
Setiawan menuturkan setiap pekerjanya yang terkonfirmasi positif ini seharusnya tercatat sebagai kasus di setiap kota atau kabupaten tempat tinggalnya.
Penanganan pun dapat dilakukan juga bersama pemerintah kabupaten dan kota setempat.
"Pertama, kami langsung lakukan demografi, di mana tinggalnya. Mereka sudah bisa diiidentifikasi, mereka tinggal di mana, Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kota Cimahi, dan kota lainnya. Artinya data mereka masuk kota kabupaten tersebut," ujarnya.
"Sudah tiga hari ini Work From Home. Disinfeksi dilakukan di seluruh ruangan di Gedung Sate, terutama yang kami tahu positifnya kerja di ruangan mana, kami desinfektasi. Yang dispesialkan juga adalah pengetesan terhadap yang seruangan," katanya.
Setiawan mengatakan 40 pegawai yang dinyatakan positif ini diketahui dari hasil tes swab massal kepada 1.620 pekerja Gedung Sate yang dilaksanakan pada 26-28 Juli 2020.
"Total yang melakukan pengetesan selama tiga hari adalah 1.260-an orang. Kalau lihat kontak tracing yang dilakukan, bukan hanya PNS. Kalau kerja di ruangan, close-nya seruangan. Kami juga lakukan tracing, tanyakan kalau pulang dengan apa dan dengan siapa tinggal, akan terus kami kejar," katanya.
Artikel ini telah tayang di tribunjabar.id dengan judul Gedung Sate Sudah Terapkan Protokol Ketat, Masih Saja Kecolongan