GridFame.id - Pemerintah beberapa waktu lalu telah mengeluarkan peraturan jika sembako akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Keputusan itu masih akan disusun lagi hingga masih berupa rencana yang akan diberikan kepada masyarakat.
Hal ini dilakukan pemerintah guna mengajak masyarakat untuk memanfaatkan sembako dari Indonesia.
Sembako yang akan dikenakan pajak adalah sembako yang tidak dijual di pasar tradisional yang jadi kebutuhan masyarakat.
Namun jika masyarakat miskin dan rentan miskin nantinya akan kena imbas dari PPN ini, pemerintah berjanji akan perkuat Bantuan Sosial (bansos).
Berikut penjelasan pemerintah tentang skema perkuat bansos kepada masyarakat miskin imbas dari sembako yang kena PPN.
Mengutip dari Kompas.com, Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo menganggap, kebijakan tersebut lebih adil daripada mengecualikan tarif PPN untuk sembako yang bisa dinikmati semua kalangan.
"Di sisi lain pemerintah memperkuat perlindungan sosial. Semakin banyak keluarga mendapatkan bansos dan subsidi diarahkan ke orang. Maka jadi relevan: bandingkan potensi bertambahnya pengeluaran dengan PPN, dengan bansos yang diterima rumah tangga," kicau Yustinus dalam akun Twitternya, Rabu (9/6/2021).
Yustinus menuturkan, pengecualian PPN yang terlalu banyak dan bisa dinikmati semua orang membuat penerimaan PPN tak optimal.
Menurut dia, Indonesia merupakan negara dengan fasilitas pengecualian terbanyak sehingga kadang distortif dan tidak tepat.
Ia pun membandingkan pengecualian pajak Indonesia dengan berbagai negara seperti Thailand, Singapura, India, dan China.
Di Thailand misalnya, pengecualian hanya diberikan untuk properti tempat tinggal, logam berharga, barang untuk keperluan investasi, jasa keuangan, dan sewa properti tempat tinggal.
Sementara Thailand, barang pertanian, peternakan, perikanan, koran dan buku, pupuk, jasa kesehatan, angkutan umum, dan leasing properti.
Beda lagi dengan China yang hanya memberikan pengecualian di Zona Ekonomi Spesial.
"Pengaturan yang demikian justru menjadikan tujuan pemajakan tidak tercapai. Yang mampu membayar pajak tak membayar karena mengonsumsi barang/jasa yang tidak dikenai PPN. Ini fakta," jelas Yustinus.
Lagipula, kata Yustinus, penerapan kebijakan baru akan menunggu ekonomi pulih dan bertahap.
Adapun diskusi yang sudah dilakukan saat ini merupakan cara pemerintah bersiap membuat rancangan supaya lebih komprehensif.
"Bukan berarti akan serta merta diterapkan di saat pandemi. Ini poin penting: timing. Bahwa penerapannya menunggu ekonomi pulih dan bertahap, itu cukup pasti. Pemerintah dan DPR memegang ini," tandas dia.
Mengutip draft RUU KUP, sembako yang bakal dikenakan PPN adalah beras dan gabah, jagung, sagu, kedelai, garam konsumsi, daging, telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran, ubi-ubian, bumbu-bumbuan, dan gula konsumsi.
Selain sembako, RUU KUP juga menghapus beberapa barang hasil tambang maupun hasil pengeboran yang semula tak dikenai PPN.
Namun, hasil tambang itu tak termasuk hasil tambang batu bara.
Kemudian, pemerintah juga menambah objek jasa baru yang akan dikenai PPN, antara lain jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pelayanan sosial, jasa pengiriman surat dengan perangko, jasa keuangan dan jasa asuransi.
Lalu, jasa pendidikan, jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan, jasa angkutan umum di darat dan di air, jasa angkutan udara dalam dan luar negeri, jasa tenaga kerja, jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam, serta jasa pengiriman uang dengan wesel pos.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sembako Kena PPN, Pemerintah Janji Perkuat Bansos"