GridFame.id - Kasus pasien Covid-19 yang meninggal dunia tak hanya terjadi di rumah sakit, tapi juga pasien yang menjalani isolasi mandiri (isoman) di rumah.
Bahkan yang mengejutkan, ada ratusan pasian Covid-19 yang meninggal saat menjalani isoman.
Yang memilukan, kadang meninggalnya mereka justru tidak diketahui karena sedang menjalani isoman.
Hal ini membuat banyak orang juga turut khawatir.
Namun Satgas Covid-19 sudah menemukan penyebabnya yang mungkin bisa jadi pelajaran untuk kita semua.
Simak info ini selengkapnya.
Diberitakan Kompas.id, (5/7/2021), menurut data LaporCovid-19 sejak Juni terdapat 311 pasien Covid-19 yang meninggal saat menjalani isolasi mandiri.
”Secara total sejak Juni, menurut catatan kami, sudah ada 311 pasien Covid-19 yang meninggal saat menjalani isolasi mandiri, tetapi trennya tiap hari meningkat,” kata Ketua Tim Data LaporCovid-19 Said Fariz Hibban.
Hibban mengatakan, data kematian pasien isolasi mandiri ini didapatkan dari laporan keluarga dan kerabat korban, selain juga dari laporan media massa dan media sosial yang kemudian diverifikasi.
Laporan kematian terbanyak terjadi di Jawa Barat, yaitu 102 orang; disusul Daerah Istimewa Yogyakarta 64 orang; Banten 43 orang; Jawa Timur 34 orang; Jawa Tengah 27 orang; dan DKI Jakarta 26 orang.
Apa yang menyebakan banyak pasien isoman meninggal dunia?
Alami Perburukan
Ketua Bidang Penanganan Kesehatan Satgas Covid-19 Nasional, Brigjen TNI Purn dr Alexander K Ginting Sp.P(K), FCCP menyebut, terdapat beberapa penyebab banyaknya pasien isoman yang meninggal dunia.
Salah satunya kondisi kesehatan pasien yang berangsur memburuk saat menjalani isolasi mandiri di rumah.
"Intinya mereka isoman yang awalnya ringan tapi tidak ada pendampingan, akhirnya perburukan, terus sepsis atau gagal nafas, dan meninggal dunia," ungkapnya pada Kompas.com, Rabu (7/7/2021).
Menurut Ginting, orang-orang yang terinfeksi bersembunyi di rumah, dan hanya mengurung diri dengan berbekal selembar hasil PCR atau Rapid test antigen.
"Mereka pikir dengan selembar hasil PCR dianggap sudah pengobatan," kata Alexander.
Tidak melapor
Penyebab lainnya menurut Ginting, orang-orang yang terinfeksi itu tidak ke puskesmas dan tidak melapor ke RT karena malu serta takut mendapat stigma yang berakibat tidak dapat obat paket Covid-19.
Alexander juga mengungkapkan penyebab lainnya, selama pandemi mereka yang memiliki penyakit penyerta atau komorbid takut berobat ke RS sehingga obat tidak adekuat.
Kemudian, setelah beberapa hari isoman tanpa obat dan klinis perburukan gejala mereka tetap bertahan di rumah tanpa konsultasi ke fasyankes.
"Lalu saat sudah masuk Covid-19 fase 2 baru lapor tetangga, pesan ambulans dan saturasi sudah 90. Padahal 5 hari sebelumnya saturasi di atas 95," tuturnya.
Menurutnya para pasien isoman perlu adanya pendampingan, baik pendampingan langsung maupun telemedicine.
Hal yang perlu diperhatikan
Berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan menurut Alexander:
- Dalam PPKM skala mikro ada kegiatan yang harus maksimal dikerjakan, yaitu pelacakan kontak atau contact tracing
- Dalam kegiatan contact tracing output-nya adalah data orang yang terkonfirmasi, kontak erat, bergejala (suspect)
- Mereka yang kontak erat dikarantina serta mereka yang terkonfirmasi dan bergejala harus diisolasi
- Bila tempat memadai dan situasi memungkinkan pasien bisa dirawat di rumahnya serta harus mengikuti panduan isolasi mandiri
- Bagi yang bergejala ringan isoman. Lalu bagi yang bergejala sedang dan berat, baik dengan komorbid atau tanpa komorbid harus dirawat di rumah sakit
- Kriteria pasien yang isoman antara lain kondisi rumah memadai, ada kamar tersendiri, kasus Covid-19 ringan, dan komorbid terkontrol
- Bagi yang isoman kondisinya tidak dalam keadaan sesak, saturasi di atas 95, obat-obat komorbid tersedia, dan ada pendampingan dari RT-RW, puskesmas, atau Telemrdicine dengan paket obat isoman
- Jika ada perburukkan seperti sesak, demam dan/atau penyakit penyerta komorbid kambuh maka segera ke rumah sakit
- Harus tetap konsultasi dengan tim medis, seperti dokter atau perawat selama isolasi mandiri 14 hari.
Panduan Isoman pasien Covid-19
Dihubungi terpisah, Ketua Bidang Komunikasi Publik Satgas Penanganan Covid-19, Hery Trianto, memberikan panduan bagi pasien isoman untuk meminimalkan risiko kematian:
- Selalu memakai masker dan membuang masker bekas di tempat yang ditentukan.
- Jika sakit (ada gejala demam, flu dan batuk), maka tetap di rumah. Jangan pergi bekerja, sekolah, ke pasar atau ke ruang publik untuk mencegah penularan masyarakat.
- Manfaatkan fasilitas telemedicine atau sosial media kesehatan dan hindari transportasi publik. Beritahu dokter dan perawat tentang keluhan atau gejala. Selain itu beritahu juga riwayat bekerja ke daerah terjangkit atau kontak dengan pasien Covid-19.
- Selama di rumah, bisa bekerja di rumah. Gunakan kamar terpisah dari anggota keluarga lainnya, dan jaga jarak 1 meter dari anggota keluarga.
- Tentukan pengecekan suhu harian, amati batuk dan sesak nafas. Hindari pemakaian bersama peralatan makan, peralatan mandi, dan tempat tidur.
- Terapkan perilaku hidup sehat dan bersih. Konsumsi makanan bergizi, mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, serta lakukan etika batuk-bersin.
- Jaga kebersihan dan kesehatan rumah dengan cairan disinfektan. Selalu berada di ruang terbuka dan berjemur di bawah sinar matahari setiap pagi (kurang lebih 15-30 menit).
- Hubungi segera fasilitas pelayanan kesehatan jika sakit berlanjut seperti sesak nafas dan demam tinggi, untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Penyebab Ratusan Pasien Meninggal Saat Isoman Menurut Satgas Covid-19