Find Us On Social Media :

Ingin Berzakat tapi Masih Memiliki Utang, Bagaimana Hukumnya? Simak Penjelasan Lengkapnya

hukum berzakat tapi masih memiliki utang

GridFame.id -Puasa telah memasuki minggu ketiga.

Itu berarti juga menjadi pertanda jika sebentar lagi bakal merayakan hari raya Idul Fitri.

Muhammadiyah sendiri sudah menentukan jika Idul Fitri bakal jatuh di tanggal 2 Mei 2022.

Sedangkan pemerintah, dari MUI menyatakan kemungkinan Idul Fiti bakal berasaman dengan Muhammadiyah.

Tentunya mendekati Idul Fitri beberapa orang telah mempersiapkan banyak hal terutama untuk berzakat.

Zakat sendiri bertujuan untuk enyempurnakan ibadah kita selama bulan suci ramadhan.

Namun, bagaimana ketntuannya jika ingin berzakat tetapi masih memiliki utang?

Berikut penjelasan lengkap dari Pimpinan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), Ir. H. M. Nadratuzzaman Hosen, MS, MEc, Ph.D

Baca Juga: Niat Zakat Fitrah untuk Diri Sendiri, Anak, hingga Istri, Dilengkapi Waktu Pelaksanaannya

Menurut pandangan para ulama fiqih mazhab Syafi’i, bersedekah ketika masih memiliki tanggungan utang adalah menyalahi kesunnahan, bahkan tindakan tersebut bisa menjadi haram ketika utang hanya bisa lunas dari harta tersebut atau utang tidak mungkin akan terlunasi dari harta yang lain, seandainya ia bersedekah dengan harta itu.

Dalam hal ini, Syekh Khatib asy-Syirbini menjelaskan: “Seseorang yang memiliki utang atau ia tidak punya utang namun berkewajiban menafkahi orang lain, maka disunnahkan baginya untuk tidak bersedekah sampai ia membayar tanggungan yang wajib baginya. Sebab bersedekah tanpa (disertai) membayar tanggungannya adalah menyalahi kesunnahan.

Aku berkata. 'Menurut pendapat ashah (yang kuat) haram menyedekahkan harta yang ia butuhkan untuk menafkahi orang yang wajib dinafkahinya, atau menyedekahkan harta yang ia butuhkan untuk menafkahi dirinya sendiri, sedangkan ia tidak tahan untuk menghadapi kondisi hidup yang mendesak itu, atau harta tersebut ia butuhkan untuk membayar utang yang tidak dapat diharapkan untuk dapat dilunasi (dari harta yang lainnya) seandainya ia bersedekah,” (Syekh Khatib Asy-Syirbini, Mughni al-Muhtaj, juz 3, hal. 122).

Berbeda halnya ketika masih diharapkan lunasnya utang dari harta yang lain, maka boleh baginya untuk bersedekah, selama tagihan utangnya belum jatuh tempo pembayaran.

Beliau (Syekh Khatib asy-Syirbini) melanjutkan: “Diwajibkannya mendahulukan membayar utang, sebab membayar utang adalah hal yang wajib, maka harus didahulukan dari perkara yang sunnah.

Sedangkan jika utangnya bisa lunas dari harta yang lain, maka tidak masalah bersedekah dengan harta tersebut, kecuali ketika akan berakibat pada diakhirkannya pembayaran, sedangkan wajib baginya untuk membayar utang sesegera mungkin dengan adanya tagihan (dari orang yang memberi utang) atau hal lainnya, maka dalam keadaan demikian wajib baginya untuk segera melunasi utangnya dan haram untuk mensedekahkan harta yang akan digunakan untuk membayar utang. Pendapat ini seperti yang diungkapkan oleh Imam al-Adzra’i,” (Syekh Khatib Asy-Syirbini, Mughni al-Muhtaj, juz 3, hal. 122).

Namun menurut pandangan Imam al-Adzra’i, ketika harta yang disedekahkan tidak mungkin dialokasikan untuk pembayaran utang, misalnya ketika barang yang disedekahkan adalah hal-hal remeh yang tidak begitu signifikan untuk dijadikan sebagai komponen pembayaran utang yang menjadi tanggungannya, maka dalam hal ini bersedekah tetap dianjurkan.

Baca Juga: Rajin Puasa tapi Tidak Zakat Bagaimana Hukumnya dalam Islam? Intip Penjelasannya

Hal ini seperti yang dijelaskan dalam kitab Nihayah al-Muhtaj:

“Keharaman ini tidaklah bersifat mutlak. Sebab tidak akan mungkin ada ulama’ yang berpandangan bahwa orang yang memiliki tanggungan, ketika ia bersedekah roti atau harta yang serupa, sekiranya ketika harta tersebut tetap maka ia tidak akan menyerahkan harta tersebut untuk pembayaran utangnya (karena terlalu sedikit), (tidak ada ulama yang berpandangan) bahwa menyedekahkan roti tersebut tidak disunnahkan.

Karena yang dimaksud (tidak sunnahnya bersedekah ketika mempunyai utang) adalah menyegerakan untuk terbebas dari tanggungan lebih baik daripada melakukan kesunnahan dalam skala umum” (Syekh Syamsuddin ar-Ramli, Nihayah al-Muhtaj, Juz 6, Hal. 174).

Maka dengan demikian dapat disimpulkan bahwa membayar utang adalah hal yang lebih didahulukan daripada bersedekah.

Bahkan bersedekah merupakan sebuah larangan ketika utang yang menjadi tanggungannya telah jatuh tempo atau tidak diharapkan adanya harta lain yang dapat melunasi utangnya.

Sedangkan bersedekah pada harta-harta remeh yang tidak terlalu signifikan dalam pembayaran utangnya tetap dianjurkan, menurut pandangan Imam al-Adzra’i. ٍSeseorang mesti bijak dalam mengelola keuangan yang ia miliki.

Bersedekah memang hal yang dianjurkan, tapi menjadi tidak baik tatkala dilakukan dalam keadaan terlilit utang atau tersandra oleh kebutuhan lain yang lebih urgen, seperti menafkahi dirinya dan keluarganya.

Maka dalam keadaan demikian sebaiknya ia mendahulukan hal-hal yang wajib ia penuhi daripada melakukan hal-hal yang masih dalam koridor kesunnahan, sebab hal demikian merupakan manifestasi dari kaidah “Al-Fardlu afdlalu minan-nafli” (hal yang wajib lebih utama dibanding hal yang sunnah).

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Bolehkah Bersedekah Tapi Masih Punya Hutang? Mana Lebih Utama Bayar Hutang Atau Bersedekah

Baca Juga: Kapan Waktu Bayar Zakat Fitrah? Begini Penjelasan Ustaz Abdul Somad