Publik mulai menaruh atensi atas kasus kematian Brigadir J.
Hal itu turut digencarkan oleh bibi Brigadir J yang juga adik-adik Rosti Simanjuntak, melalui media sosial, Rohani Simanjuntak dan Roslin Simanjuntak terus membagikan kabar terkait kasus kematian Brigadir J.
Kalau saja kala itu Rosti Simanjuntak tak menyuarakan hal tersebut, bisa jadi kasus kematian Brigadir J tak pernah terungkap.
"Ibu Rosti itu tidaklah dalam posisi menggerakkan suatu aktivitas agar dia didengar kan. Tapi begitu media memberitakan bagaimana dia bertalu-talu meneriakkan keadilan untuk anaknya, langsung keluarganya aktif mendukung, lalu masyarakat. Bisa dibayangkan bila ibu itu diam saja, menerima, ikhlas," kata Prof Sulistyowati Irianto.
"Jadi tangisan ibu Rosti, yang direkam tantenya, tersebar di media sosial, itulah yang membuka publik. Jadi karena tangisan perempuan?," tanya Rosi.
"Iya," imbuh Prof Sulistyowati Irianto.
Selain karena ibunda Brigadir J, kematian ajudan Ferdy Sambo itu juga bisa terungkap, menurut Prof Sulistyowati Irianto adalah karena budaya.
Kejanggalan terkait jenazah Brigadir J yang kabarnya meninggal karena tembak menembak itu pertama kali terungkap saat keluarga hendak menyelenggarakan upacara kematian sesuai adat.
Di momen itulah keluarga baru menyadari ada yang tak beres di balik kematian Brigadir J hingga akhirnya, jenazah Brigadir J diautopsi sebanyak dua kali.
"Juga karena kebetulan Yosua orang batak dan keluarga Hutabarat pula. Orang batak harus dibuka jenazahnya karena harus diulosi, harus diadati, memang digunakan untuk menutup wajah jenazah. Jadi upacara itu enggak bisa diskip, harus, perempuan menyuarakan budayanya," imbuh Prof Sulistyowati Irianto.
Artikel Ini Telah Tayang Sebelumnya di TribunStyle.com dengan Judul "JARANG Muncul ke Publik, Sosok Ini Paling Berjasa Kuak Kejanggalan Kematian Brigadir J: Tangisan"