Kebuntuan itu nyatanya datang dari OJK dan kepolisian.
Jeanny menceritakan bahwa banyak yang mengadu soal OJK yang kurang memberikan solusi.
"Kebuntuan itu ada diberbagai sisi sih, kalau berdasarkan pengaduan yang sampai kepada kami. Misalnya selain mengadu kepada kami, korban juga melakukan pengaduan kepada Otoritas Jasa Keuangan. Problemnya dari OJK jawabannya cuma dua kalau kata mereka. Satu, kalau aplikasi pinjaman online tidak terdaftar atau tidak berizin, OJK akan kemudian bilang itu bukan tanggung jawab kami, nanti kami akan tutup saja aplikasinya," ujarnya.
Sementara untuk pinjol yang berizin, prosesnya akan memakan waktu lama.
Padahal masyarakat butuh kejelasan dan ada bunga dari pinjol yang terus bertambah.
"Lalu kemudian jika itu adalah aplikasi pinjaman online terdaftar atau berizin, proses untuk penyelesaiannya membutuhkan waktu yang cukup lama. Padahal bunganya adalah bunga harian," lanjutnya.
Jeanny kemudian mengatakan kebuntuan juga datang dari kepolisian.
Soalnya, banyak yang menyebut kalau ancaman dari pinjol itu tidak ada aturan hukumnya,
"Lalu kebuntuan lainnya muncul di kepolisian. Ketika lapor polisi, tidak semua aparat penegak hukum kita punya perspektif yang clear soal pinjaman online. Banyak kemudian yang menyatakan bahwa, oh ini nggak ada aturannya," ujar Jeanny.
Tak sampai di situ, ia menambahkan juga ada ujaran yang kurang tepat justru mengarah ke debitur.
"Yang kedua, polisi bisa jadi bilang begini, siapa suruh kamu ngutang? Kalau kamu ngutang ya udah, terima aja kalau digituin. Yang mana sebenarnya tidak bisa dibenarkan ketika seseorang berhutang mendapat perlakuan yang tidak manusiawi seperti itu," tutupnya.
Baca Juga: Daftar Pinjol Legal yang Punya Debt Collector di Luar Jabodetabek, Galbay Langsung Didatangi