GridFame.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebelumnya telah memperpanjang periode kebijakan countercyclical dampak pandemi Covid-19 khusus sektor Industri Keuangan Non-Bank (IKNB), dari sebelumnya berakhir pada April 2022 menjadi berakhir pada April 2023.
Hal ini tertuang dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 30/POJK.05/2021 tentang Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease (Covid) 2019 bagi Lembaga Jasa Keuangan Nonbank.
"Penyelenggara layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi dapat memfasilitasi permohonan restrukturisasi pinjaman yang diajukan oleh penerima pinjaman yang terkena dampak penyebaran covid-19 kepada pemberi pinjaman," tulis Pasal 20H (1) POJK 30/2021
Keringanan cicilan dapat dilakukan apabila pemberi pinjaman memberikan persetujuan agar batas waktu pembayaran cicilan diperpanjang.
Nantinya, perusahaan pinjol diwajibkan untuk menyampaikan laporan restrukturisasi pinjaman secara bulanan kepada OJK.
"Penyampaian laporan restrukturisasi pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan paling lambat akhir bulan berikutnya setelah posisi bulan laporan," tulis Pasal 20H Ayat 5 aturan tersebut.
Selain restrukturisasi utang pinjol, OJK juga memperpanjang stimulus bagi lembaga jasa keuangan non-bank (LJKNB) lainnya hingga 17 April 2023.
"Kebijakan ini juga diterbitkan sebagai upaya untuk menjaga momentum perbaikan dan stabilitas kinerja LJKNB serta untuk menghindari potensi gejolak pada saat berakhirnya masa berlaku kebijakan countercyclical dampak penyebaran COVID-19 bagi lembaga jasa keuangan nonbank (LJKNB)," tulis OJK dalam keterangan resmi.
Asosiasi menyebut jika keringanan yang diberikan untuk borrower akan berbeda dengan yang diberikan oleh bank.
Hal ini karena fintech merupakan platform yang mempertemukan pemilik dana (lender) dan peminjam (borrower).
Sehingga dalam proses restrukturisasinya harus ditemukan kesepakatan.
Apa saja syaratnya?
Ketua Bidang Humas dan Kelembagaan AFPI Tumbur Pardede menjelaskan ada beberapa kriteria mendasar yang diberlakukan bagi peminjam yang ingin mengajukan permintaan restrukturisasi pinjaman.
"Peminjam wajib membuktikan sebagai pelaku UMKM yang terdampak wabah Covid-19 yang tidak memiliki kemampuan pembayaran pinjaman saat jatuh tempo, namun masih memiliki sumber penghasilan di waktu mendatang serta memiliki itikad baik untuk menyelesaikan kewajibannya," kata Tumbur.
Dia mengungkapkan, peminjam harus memiliki status cicilan yang lancar sebelum tanggal 2 Maret 2020.
Baca Juga: Banyak Joki Pinjol Sarankan Debitur Tak Galbay Shopee Paylater, Mengapa?
Kemudian, pengajuan permintaan restrukturisasi pinjaman harus beberapa waktu lamanya sebelum jatuh tempo pembayaran pinjaman.
Tumbur menambahkan, saat ini tidak ada peraturan perundang-undangan yang mengatur tata cara restrukturisasi pinjaman yang berlaku terhadap penyelenggara Fintech P2PL.
Pinjaman melalui penyelenggara Fintech P2PL merupakan kesepakatan perdata antara Pemberi Pinjaman dan Penerima Pinjaman, sehingga perubahan ketentuan-ketentuan didalamnya tunduk pada ketentuan dalam Perjanjian Pinjaman terkait, serta persetujuan Pemberi Pinjaman dan Penerima Pinjaman terkait.
"AFPI sebagai asosiasi penyelenggara Fintech P2PL senantiasa mendukung kebijakan pemerintah terkait restrukturisasi pinjaman dan menghimbau kepada anggota AFPI untuk ikut berpartisipasi secara aktif membantu dan meringankan masyarakat pengguna platfom Fintech P2PLyang merugi atas dampak wabah Covid-19," ujar Tumbur.
Berapa perusahaan pinjol yang ikut ambil bagian?
Ketua Harian Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Kuseryansyah mengatakan pandemi Covid-19 disinyalir memengaruhi sejumlah sektor.
Untuk industri Fintech P2P lending, AFPI melakukan survei terhadap 130 anggota hingga 6 April 2019.
Dari hasil tersebut terdapat sebanyak 68 Platform (52%) mengaku sudah mendapat permohonan restrukturisasi dari borrower.
Baca Juga: Jangan Sembarangan Unggah Foto KTP! OJK Ungkap Cara Aman Agar Data Tak Disebar Pinjol Ilegal