GridFame.id - Tahun 2021 lalu, artis fenomenal Nikita Mirzani mengaku pernah terseret dalam penagihan utang pinjol.
Tidak pernah berutang, mendadak ia mendapat teror dari sebuah lembaga pinjaman online.
Setelah diusut, Nikita baru mengetahui nomor teleponnya dijadikan nomor jaminan oleh temannya yang berutang di pinjol.
Hal ini membuat Nikita pun melaporkan kasusnya itu ke Polda Metro Jaya Mei 2021 silam.
" Niki mengecam sekali. Buat para korban yang diintimidasi oleh para debt collector, enggak usah takut untuk melawan. Niki juga pernah ditagih karena ada salah satu teman pinjam di aplikasi online. Tapi, Niki orangnya berani ya, kalau Niki, ya Niki maki balik, jelas ibu 3 anak itu.
Tak berhenti sampai di situ, Nikita juga sempat membantu emak-emak korban intimidasi debt collector pinjol.
Ia mengaku prihatin karena banyak korban pinjol yang stres, ketakutan, depresi bahkan sampai berniat mengakhiri hidup.
"Korban terlalu ditindas, dizalimi, sampai psikisnya kena dan mau bunuh diri. Itu yang kami bantu," jelasnya sepeeti dikutip dari Grid.id.
Dilansir dari laman resmi hukumonline.com, korban kontak darurat bisa mengambil langkah hukum untuk melaporkan teror yang dialami.
Caranya?
Simak langkah mengajukan gugatan hukum aibat jadi kontak darurat pinjol berikut ini.
Baca Juga: Pakai Kontak Darurat dan Bunga, Segini Besaran Denda jika Telat Bayar Tagihan Danacita
Pihak emergency contact dapat melaporkan penyelenggara ke lembaga terkait dan menggugat pihak penyelenggara secara perdata sebagai berikut.
1. Melaporkan ke Lembaga Terkait
Sebagai informasi, menurut Pasal 4 ayat (3) huruf f UU PdP dan Penjelasannya, data pribadi yang dikombinasikan untuk mengidentifikasi seseorang antara lain adalah nomor telepon seluler dan IP Address, merupakan salah satu data pribadi yang bersifat umum yang dilindungi.
Penyelenggara fintech yang menggunakan atau memproses data pribadi tanpa persetujuan pemiliknya dapat dikenai sanksi administratif berdasarkan UU PDP dan POJK 10/2022.
Pihak emergency contact dapat melaporkan kepada OJK jika tidak ada persetujuan pemrosesan data pribadi atau penyelenggara fintech tidak mematuhi prinsip-prinsip sebagaimana diatur di dalam Pasal 44 ayat (1) POJK 10/2022.
Adapun sanksi administratif bagi penyelenggara fintech tersebut dapat berupa:
1. peringatan tertulis
2. denda, yaitu kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu
3. pembatasan kegiatan usaha; dan/atau
4. pencabutan izin.
Sanksi administratif tersebut dapat disertai dengan pemblokiran sistem elektronik penyelenggara pinjol.
Baca Juga: Muak jadi Kontak Darurat Pinjol Oleh Orang Tak Dikenal? Begini Cara Lapornya ke AFPI
Sedangkan dalam UU PDP, pihak emergency contact yang merasa dirugikan dapat melaporkan ke Lembaga Penyelenggaraan Pelindungan Data Pribadi yang ditetapkan oleh presiden.
Adapun sanksi administratif yang ditetapkan UU PDP adalah:
1. Peringatan tertulis
2. Penghentian sementara semua kegiatan pemrosesan data pribadi
3. Penghapusan atau pemusnahan data pribadi; dan/atau
4. Denda administratif dikenakan paling tinggi 2% dari pendapatan tahunan atau penerimaan tahunan terhadap variabel pelanggaran.
2. Menggugat Secara Perdata
Salah satu hak subjek data pribadi dalam UU PDP adalah menggugat pengendali data pribadi dan menerima ganti rugi atas pelanggaran pemrosesan data pribadi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Mengatur hal serupa, Pasal 26 ayat (1) UU 19/2016 berbunyi:
Kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan, penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan Orang yang bersangkutan.
Dengan demikian, setiap orang yang dilanggar haknya tersebut dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan.