GridFame.id - Pemanasan global menjadi isu panas yang kerap dibahas beberapa tahun belakangan.
Pasalnya, efek pemanasan global tak hanya berdampak pada satu dua orang atau pada wilayah tertentu saja.
Namun, efek hari hal ini bisa menyasar pada seluruh umat manusia di dunia.
Mulai dari terjadinya kekeringan, rusaknya ekosistem, hingga bisa menyebabkan kekurangan pangan di berbagai wilayah.
Selama puluhan tahun bertani, Maryanto (54) belum pernah mengalami kemarau seperti yang terjadi tahun ini.
Petani asal Klaten ini mengatakan sudah lebih dari empat bulan kemarau panjang merepotkan ia dan rekan-rekannya.
"Selama 10 tahun terakhir, ini kemarau yang paling parah. Dulu kemarau dua bulan biasa, ini empat bulan lebih, bisa enam bulan ini," kata Maryanto kepada Kompas.com, awal November 2019 lalu.
Keadaan ini dipersulit dengan perebutan air. Air dari hulu sungai yang kini dikuasai pabrik air kemasan, hanya mengalir sedikit ke hulu.
Petani mesti mengandalkan air sumur. Itu pun belum jaminan pasokan air lancar.
"Dulu sumur kedalaman delapan meter sudah bagus airnya. Sekarang harus minimal 12 meter, pasokan air tanah sudah berkurang, kering," ujar Maryanto.
Kekeringan yang terjadi di tanah Jawa bukan perasaan Maryanto semata.
Kajian Badan Perencana Pembangunan Nasional (Bappenas) memperkirakan kelangkaan air di Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara bakal meluas.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Maharani Kusuma Daruwati |
Editor | : | Maharani Kusuma Daruwati |
Komentar