Dari enam persen di tahun 2000, menjadi 9,6 persen di tahun 2045.
Wilayah-wilayah basah di bagian barat dan tengah Jawa diprediksi semakin berkurang.
“Jawa diprediksi akan mengalami peningkatan defisit air sampai tahun 2070,” kata Heru Santoso dari Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Menurut Heru, faktor terbesar penyebab krisis air di Jawa adalah perubahan iklim.
“Ada perubahan siklus air yang membuat lebih banyak air yang menguap ke udara karena peningkatan temperatur akibat perubahan iklim,” kata Heru.
Menurutnya, kondisi ini berpengaruh pada keseimbangan neraca air. Air menipis.
Padahal kebutuhan air semakin meningkat akibat pertumbuhan penduduk dan alih fungsi lahan.
“Air yang seharusnya diserap masuk ke tanah dan bertahan lama di darat menjadi air limpasan yang langsung masuk ke saluran air ke sungai dan laut karena tanah menjadi lapisan kedap air,” ujar Heru.
Di mana air mengalir tak jauh
Bagi Anda yang pernah menonton film The Big Short (2015), pasti ingat bagaimana cerdiknya empat ahli keuangan Wall Street meramal housing bubble di Amerika Serikat.
Mereka mengeruk keuntungan dengan bertaruh pada keruntuhan ekonomi AS. Tapi ingatkah Anda baris terakhir film itu?
“The small investing he still does is all focused on one commodity: water.” begitu keterangan soal tokoh utamanya, Michael Burry, di akhir film. Manajer investasi Michael Burry memang fokus berinvestasi di air. Air, dalam hal ini air tawar, bakal jadi komoditas pengganti emas atau minyak.
Seperti di film animasi Rango (2011) atau film-film Mad Max, air bakal sangat berharga karena jadi barang langka.
Jika Anda pikir air ada di mana-mana dan tak habis, Anda salah.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Maharani Kusuma Daruwati |
Editor | : | Maharani Kusuma Daruwati |
Komentar