GridFame.id - Berbagai makanan yang beredar dan diperjualbelikan di pasaran tak selalu menyehatkan.
Padahal setiap orang pasti ingin mengonsumsi makanan yang menyehatkan demi menjaga kesehatan tubuh.
Tetapi sayangnya, sebagian orang belum mengetahui bahaya-bahaya dalam memilih bahan makanan.
Di pasaran, banyak terjual berbagai makanan sehat dan kaya gizi dan bermanfaat untuk meningkatkan kesehatan serta kebutuhan tubuh.
Padahal kualitas gizi suatu makanan tak hanya terdapat di dalam kandungannya, namun juga dari cara mengolahnya.
Baca Juga: Kelewat Tajir! Maia Estianty dan Suami Makan Malam Hidangan Mewah Mengandung Emas 24 Karat
Salah satu bahan makanan yang memiliki nilai gizi tinggi adalah ayam.
Ayam mengandung protein, energi, kalsium, kalium, fosfor, dan masih banyak lagi senyawa yang berguna bagi tubuh.
Daging ayam juga mengandung lemak jenuh.
Walau mengandung lemak jenuh, namun mengonsumsi ayam mampu mengontrol kadar kolesterol dan tekanan darah.
Sehingga tak salah jika masyarakat Indonesia juga gemar mengonsumsi makanan ini.
Salah satu jenis ayam yang digemari oleh masyarakat Indonesia yakni ayam broiler atau ayam potong.
Selain lebih murah, daging ayam broiler juga lebih empuk dan lebih tebal.
Akan tetapi benarkah jika mengonsumsi ayam broiler terlalu sering dapat menimbulkan risiko bagi tubuh?
Baca Juga: Usai Keluar dari Band Lyla, Indra Sinaga Justru Dirundung Kabar Duka, Vokalis
Menurut dr. Dini Adityarini, SpA di Kompasiana.com, "Protein ayam dibutuhkan oleh tubuh kita dan itu mudah didapatkan dari ayam broiler. Proses broiler itu proses membesarkan dengan cepat, agar dapat segera dipanen.
"Dalam prosesnya banyak disuntikkan bahan kimia seperti hormon, anti biotik dan pakan dari bahan-bahan kimia. Padahal kalau protein yang telah terkontaminasi bahan kimia membahayakan manusia terutama pada perkembangan anak".
Banyak yang mengatakan jika mengonsumsi ayam kampung atau ayam ternakan sendiri jauh lebih sehat dibandingkan mengonsumsi ayam broiler yang dibeli di pedagang.
Alasannya adalah bahaya yang ditimbulkan dari ayam bukanlah jenis ayamnya, melainkan cara ayam tersebut diternak dan diperlakukan.
Kebanyakan pedagang atau penjual daging ayam broiler akan menggunakan metode membesarkan ayam dengan cepat.
Di situlah kemudian timbul berbagai praktik yang dapat mempengaruhi kualitas daging ayam.
Metode atau proses pembesaran ayam tersebut membutuhkan berbagai bahan kimia yang mampu berpengaruh bagi kualitas daging ayam.
Dilansir dari boldsky.com, ada beberapa fakta yang tersimpan di balik ayam broiler.
Terdapat bakteri
Semua daging mentah membawa banyak kuman dan bakteri.
Dalam beternak ayam broiler, terdapat beberapa ayam yang kemungkinan terinfeksi suatu bakteri sehingga jika disembelih, bakteri tersebut akan menyebar ke ayam yang lain.
Di tempat penyembelihan, ayam akan dipotong dan dicuci secara bersamaan sehingga penyebaran bakteri akan lebih cepat dan lebih banyak daripada menyembelih di rumah sendiri.
Suntikan antibiotik
Ayam broiler kebanyakan diberi suntikan antibiotik.
Suntikan tersebut diberikan dengan maksud membuat ayam mampu bertahan di peternakan walaupun kekebalannya rendah.
Penyuntikan antibiotik tersebut pada akhirnya akan menyebabkan resistensi antibiogik sehingga kemungkinan dagingnya mengalami infeksi.
Saat dikonsumsi, bakteri penyebab infeksi dalam daging akan masuk ke sistem tubuh.
Tetapi tidak akan berbahaya ketika di peternakan ayam dibesarkan secara natural tanpa diberi antibiotik yang berbahaya bagi daging ayam.
Kanker
Banyak penelitian dan para ahli mengatakan jika daging ayam broiler memiliki risiko kanker yang lebih tinggi dibandingkan daging ayam kampung.
Kanker yang menyertai daging ayam tersebut tak selalu benar.
Risiko kanker tersebut akan timbul saat daging ayam terkontaminasi banyak zat kimia.
Jika ayam broiler tersebut sehat dan dipelihara dengan benar, maka ayam akan terhindar dari zat-zat kimia penyebab kanker.
Proses penggemukan ayam
Banyak peternak yang menginginkan ayamnya cepat gemuk, sehingga berbagai cara akan dilakukan agar cepat laku dan cepat mendapat keuntungan.
Kandungan dalam proses penggemukan tersebut memakai berbagai bahan kimia dan obat yang akhirnya membuat daging ayam gemuk dan dagingnya lebih banyak.
Sama seperti penyebab kanker, jika daging yang berzat kimia tersebut masuk ke dalam tubuh, otomatis tubuh juga akan terkontaminasi zat berbahaya.
Baca Juga: Habiskan Waktu Liburan di Rusia, Intip Potret Cantik Ayu Tingting Saat Bermain Salju
Bakteri E. Coli
Tak hanya zat kimia berbahaya, beberapa studi mengatakan jika hampir 67 persen ayam broiler mengandung bakteri E. Coli.
Sehingga sangat penting jika kita mengetahui cara dan proses ayam tersebut benar-benar siap untuk dikonsumsi.
Mengembangkan ayam di rumah
Mengembangkan atau mempersiapkan pertumbuhan ayam di rumah dipercaya lebih baik dan lebih sehat.
Ini karena ketika kita beternak sendiri, kita akan selalu memantau dan menjaga ayam tersebut dengan baik dan menjaganya agar terhindar dari berbagai bakteri.
Ayam yang diternak di rumah akan terhindar dari berbagai zat kimia berbahaya.
Cara penyimpanan
Tak hanya proses dalam ternak, proses penyimpanan juga harus diperhatikan.
Sangat tidak dianjurkan untuk menyimpan daging ayam mentah yang dibeli di pedagang bersamaan dengan menyimpan sayur dan buah-buahan lain.
Jangan pula menggunakan pisau yang sama untuk memotong daging dan juga sayur serta buah.
Menggunakan pisau yang sama walau sudah dicuci bersih akan tetap menimbulkan bahaya karena zat berbahaya atau bakteri dalam daging akan ikut masuk ke dalam buah dan sayur-sayuran.
Kesimpulannya, belum tentu semua daging ayam broiler tersebut menyimpan bahaya.
Bahaya dalam daging ayam broiler terletak pada proses ternak, perawatan, hingga penyimpanan.
Akan lebih baik ketika Moms sangat menyukai daging ayam dan hampir setiap hari mengonsumsi untuk beternak ayam broiler sendiri di rumah, atau membeli dari orang atau pedagang terpercaya yang bisa menjamin jika ayam tersebut benar-benar sehat dan bebas dari zat berbahaya.
Baca Juga: Ngaku Tak Mau Operasi Kelamin, Millen Cyrus Kepergok Bagikan Potret Pembalut:
Penulis | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
Editor | : | Maharani Kusuma Daruwati |
Komentar