GridFame.id - Presenter dan mantan mentalis Deddy Corbuzier acap kali menjadi topik perbincangan di sosial media.
Baru-baru ini Deddy yang mengundang komedian Mongol kena 'tampar' dokter gangguan jiwa, dr. Zulvia Oktanida Syarif SpKJ.
Dokter yang akrab disapa dr.Vivi ini sepertinya dibuat geregetan dengan isi podcast di akun youtube milik Deddy Corbuzier yang berjudul 'Orang Gila Bebas Covid'.
Menurut dr. Vivi video tersebut dikhawatirkan memunculkan stigma baru di masyarakat.
"Saya seorang psikiater, kayanya kali ini saya mesti speak up deh karena di episode podcastnya Om Deddy yang lagi ngobrol bareng Bang Mongol, ada hal yang bisa mengarahkan kesalahpahaman di masyarakat," ungkap dr. Vivi di akun instagram miliknya @dr.vivisyarif, dikutip Minggu (27/6/2021).
Kekhwatiran dr. Vivi pun dijelaskan secara merinci, ia mengatakan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) bisa juga terpapar virus corona.
"Ada jokes ya tentang katanya orang gila gak bisa kena covid. Hati-hati stigma, siapa bilang enggak ada klaster rumah sakit jiwa," paparnya.
Ia juga berharap tidak ada lagi orang bahkan public figure yang memunculkan stigma menghkawatirkan.
"Kita sebagai smart people, pada prinsip Orang Dengan Gangguan Jiwa. Penelitian-penelitian justru menunjukan ODGJ rentan mengalami infeksi Covid, sudah ada klaster RSJ baik di Indonesia maupun luar negeri," pungkasnya.
Live insta stories dr. Vivi ini pun mendapat perhatian lebih dari 6 ribu akun warganet.
Kebanyakan netizen mendukung dr. Vivi.
"Setuju banget dok, Terima kasih sudah menyampaikan pesan penting ini," kata akun Ubahstigma.
"Sangat mencerahkan, terus speak up dok," kata akun Rani.
Seperti diketahui Deddy Corbuzier mengunggah video podcastnya tersebut pada 24 Juni 2021 lalu, dan sudah lebih dari 1 juta orang yang menontonnya.
"COVIDIOT EDITION.. KENAPA ORANG GILA GA KENA COVID.. KENAPA MASKER LAPIS TIGA KENAPA OH KENAPA," tulis Deddy Corbuzier mempromosikan video youtube miliknya di akun instagram.
Klaster Rumah Sakit Jiwa
Dikutip dari Kompas.com, Ratusan penyandang disabiltias mental di panti sosial dan rumah sakit jiwa dilaporkan terkonfirmasi mengidap virus corona.
Tanpa penanganan yang tepat dari pemerintah, dikhawatirkan ratusan panti sosial akan menjadi klaster baru penyebaran Covid-19.
Perhimpunan Jiwa Sehat, organisasi yang mengadvokasi pemenuhan hak penyandang disabilitas mental memperkirakan jumlah riil kasus Covid-19 di antara penyandang disabilitas mental lebih tinggi dari yang sudah dilaporkan.
Pendiri Perhimpunan Jiwa Sehat, Yeni Rosa Damayanti, menjelaskan banyak panti sosial yang dikelola oleh swasta dengan kapasitas, sanitasi dan gizi yang tidak layak.
Muhamad Hafiz dari Koalisi HAM Human Rights Working Group (HRWG) mengatakan tidak menutup kemungkinan bahwa kondisi serupa juga terjadi di banyak panti sosial disabilitas mental lainnya di Indonesia.
"Jika tidak ada penanganan yang cepat dan tepat dari pemerintah, ratusan panti sosial akan menjadi klaster baru penyebaran virus corona," kata Hafiz.
Sebanyak 221 peyandang disabilitas mental di Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa di Cipayung, Jakarta, yang dikelola Dinas Sosial DKI Jakarta, terkonfirmasi positif virus corona pada 29 Desember lalu.
Pada saat yang sama, sebanyak 91 pasien dengan disabilitas mental di Rumah Sakit Khusus Daerah (RSKD) Dadi, Makassar juga terpapar virus corona.
Longgarnya penerapan protokol kesehatan dan jaga jarak sosial serta minimnya pengawasan pemerintah disebut menjadi penyebab lonjakan kasus Covid-19 di panti sosial dan rumah sakit jiwa.
Perawat sekaligus penanggung jawab isolasi Meranti, Nasaruddin, menuturkan kebanyakan pasien psikososial yang terkonfirmasi positif Covid-19, tak menunjukkan gejala, atau kerap disebut orang tanpa gejala (OTG).
"Untuk psikososial pasien jiwa ini memang rata-rata OTG, tapi ada juga yang masih demam, batuk rata-rata karena memang gejala-gejala dari covid itu demam, batuk," ujar Nasaruddin kepada BBC Indonesia.
Bagi pasien yang menunjukkan gejala atau memang memiliki masalah fisik lainnya, kata Nasaruddin pihak rumah sakit memberikan fasilitas "sesuai kebutuhan fisik" mereka.
"Jadi kita kasih penanganan infus, pemasangan oksigen kalau misalnya dia sesak kita kasih oksigen," kata dia.
Nasaruddin yang telah lama berjibaku menangani pasien dengan disabilitas mental mengaku tak sulit menangani pasien disabilitas mental yang positif virus corona, yang disebutnya "kooperatif" tersebut.
"Jadi kalau kita edukasi untuk dia tidak kontak dengan temannya yang tidak terkonfirmasi, dia ikut aturan karena di ruangan besar itu selain ada ruangan yang terkonfirmasi positif," jelas Nasaruddin.
Edukasi, lanjutnya, juga diberikan pada pasien ODGJ yang tidak terpapar virus corona, demi memutus mata rantai penularan Covid-19 di rumah sakit itu.
"Kita pisahkan dan kita kasih pengertian edukasi ke mereka supaya tidak berkeliaran dan tidak kontak dengan temannya," cetus Nasaruddin.
Walau demikian, Direktur RSKD Dadi Makassar, dr Aman Bausat menjelaskan kendala sulitnya memberikan pemahaman pada para pasien tentang bahaya virus corona.
"Orang ODGJ itu kan yang bermasalah kan mentalnya bukan fisiknya, mentalnya yang bermasalah jadi waktu dia kena penyakit fisik, virus itu kan [menyerang] fisik, ini kan orangnya mentalnya sudah susah di kontrol."
"Jadi apapun kita edukasi, kadang-kadang penerimaannya mungkin tidak bisa maksimal tetapi ada program edukasi, diingatkan jaga kebersihan, cuci tangan tapi kan yang bermasalah ini mentalnya," jelas Aman.
Baca Juga: Tolak Vaksin Covid-19 Langsung Dicoret jadi Penerima Bansos? Berikut Penjelasan Pemerintah
Penulis | : | Miya Dinata |
Editor | : | Miya Dinata |
Komentar